JAKARTA – Perubahan nomenklatur hingga perubahan komposisi direksi di PT Pertamina (Persero) hingga kini masih menjadi perdebatan, bahkan penolakan dari internal perusahaan. Bahkan, Serikat Pekerja (SP) Pertamina menyiapkan langkah hukum untuk merespon keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno tersebut.

Faisal Yusra, Presiden Konfederasi SP Migas Indonesia (KSPMI), mengungkapkan telah berkoordinasi dengan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) untuk menindaklanjuti perubahan nomenklatur Pertamina ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Poin yang akan dilaporkan kepada PTUN adalah terkait keputusan Kementerian BUMN dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yakni SK Nomor 39/MBU/02/2018 tentang pemberhentian, perubahan nomenklatur, pengalihan tugas anggota direksi Pertamina.

“Ada opsi itu (melaporkan ke PTUN), sedang dibahas dengan beberapa pakar hukum,” kata Faisal kepada Dunia Energi, Senin (19/2).

Faisal belum bisa memastikan kapan laporan ke PTUN dilakukan karena FSPPB sendiri juga sudah membentuk tim khusus untuk mematangkan rencana tersebut.

“Belum tahu (berapa lama dibahas). Ada tim khusus yang ditunjuk Presiden FSPPB,” tukas dia.

KSPMI sebenarnya telah mengirimkan kritikan secara terbuka kepada Kementerian BUMN. Dalam surat terbuka yang dirilis sehari setelah perubahan direksi Pertamina, KSPMI mempertanyakan urgensi keputusan Menteri BUMN Rini Soemarno yang kembali merubah jajaran direksi Pertamina. Padahal direksi yang ditunjuk sebelumnya baru bekerja kurang dari satu tahun.

Isi dari SK Nomor 39/MBU/02/2018 mencakup, memberhentikan Yenni Andayani sebagai Direktur Gas Pertamina; menghapus direktur gas; direktur pemasaran menjadi direktur pemasaran retail; menambah posisi direktur pemasaran korporat, menambah posisi direktur logistik, supply chain, dan infrastruktur. Serta menetapkan Muchamad Iskandar menjadi direktur pemasaran korporat dan merangkap sebagai pelaksana tugas direktur pemasaran retail hingga diangkat pejabat definitif dan mengangkat Nicke Widyawati menjadi direktur logistik, supply chain, infrastruktur dan merangkap direktur SDM hingga diangkat pejabat definitif.

Disisi lain, Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources, mensinyalir ada perkembangan buruk dari sikap board of director (BOD) Pertamina terhadap hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Selasa, 13 Februari 2018.

“Ada sebagian anggota BOD yang bingung atas ketegangan akan berlangsung lama antara Dirut Pertamina Elia Massa Manik dengan Menteri BUMN Rini Soemarno,” ungkap Yusri.

Dia menambahkan jika ditingkat anggota direksi sudah pada bingung tentu akan berimbas ke bawah pada jabatan senior vice president, vice president dan manager yang merupakan ujung tombak operasional dari semua kegiatan Pertamina menyangkut pengadaan BBM , mengangkut ke depo dan mendistribusikan lagi ke SPBU dan SPBBE serta agen penyalurnya dengan tingkat kerumitan paling tinggi didunia.

Ketegangan antara menteri BUMN dan dirut Pertamina terindikasi dari penetapan pos-pos direksi baru yang tidak langsung diikuti dengan penetapan nama-nama direktur baru yang mengisi pos-pos tersebut. Padahal, sejumlah nama, baik dari jajaran direksi anak usaha Pertamina maupun direksi BUMN lain sebelumnya telah disebut-sebut akan mengisi pos-pos baru tersebut.

Yusri meminta Presiden Jokowi harus cepat dan tegas menuntaskan ketegangan antara Rini Soemarno dengan Elia Massa Manik agar tidak berdampak buruk terhadap kinerja Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM dan LPG yang murah dan dipastikan tersedia bagi seluruh rakyat.

Apalagi mengingat Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas menyatakan bahwa RUPS merupakan kekuasaan tertinggi di dalam perseroan terbatas yang tidak diserahkan kepada dewan komisaris dan direksi.

“Tanpa bermaksud lancang terhadap Presiden, mohon seribu maaf saya terpaksa berani mengusulkan ada pilihan cepat yang harus diambil oleh Presiden dalam menyikapi hal ini, yaitu mencopot Dirut Pertamina karena tidak tunduk atas keputusan RUPS pada 13 Februari 2018 sebagai keputusan tertinggi perseroan,” ungkap Yusri dalam surat terbukanya, akhir pekan lalu.

Dia menambahkan langkah tersebut harus diambil untuk menjaga kewibawaan pemerintah mengingat Menteri BUMN adalah pembantu Presiden. Apalagi perubahan nomenklatur dan penambahan direksi tersebut pasti sudah terlebih dahulu dibahas dan dibicarakan dengan komisaris utama Pertamina.

“Seandainya jalan itu tidak bisa dijalankan, mungkin pilihan lainnya adalah memberikan “kartu merah” dengan mencopot Dirut Pertamina dan Menteri BUMN secara bersamaan sebagai sumber kegaduhan,” tandas Yusri.(RA/RI)