JAKARTA – Pemerintah dinilai memiliki banyak opsi untuk bisa mempercepat implementasi program bahan bakar minyak (BBM) satu harga secara nasional. Selama ini, untuk mewujudkan program tersebut pemerintah hanya mengandalkan PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan migas milik negara.

Sofyano Zakaria, Kepala Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), mengungkapkan salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melibatkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diluar Pertamina. Selama ini infrastruktur pendukung menjadi kendala besar dalam implementasi program BBM satu harga, perusahaan migas lain selain Pertamina bisa mengambil bagian dalam pengadaan infrastruktur tersebut.

“Pemerintah sebaiknya mewajibkan perusahaan penambangan minyak dan gas bumi yang ada dan beroperasi di indonesia untuk membantu terwujudnya BBM satu harga dengan menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) mereka,” kata Sofyano kepada Dunia Energi, Senin (21/8).

Data Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyebutkan Pertamina harus menalangi pembangunan berbagai infrastruktur maupun biaya penyediaan agen-agen penyalur penjual BBM di daerah remote sebesar Rp 300 miliar.

BPH Migas kemudian mengusulkan penggunakan iuran BPH Migas yang menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang jumlahnya sekitar Rp 1 triliun setiap tahun guna diperuntukan untuk mendukung program BBM satu harga.

M. Fansurullah Asa, Kepala BPH Migas, sebelumnya mengungkapkan selama ini dana Rp 1 triliun disetor ke pemerintah, namun penggunaannya tidak terasa secara langsung. Karena itu penggunaan iuran tersebut akan lebih bermanfaat jika langsung dialokasikan ke program BBM satu harga sehingga implementasinya bisa cepat dirasakan masyarakat dengan cakupan yang lebih luas.

“Kenapa tidak dana Rp 1 triliun untuk membantu buat infrastruktur, termasuk depot. Jadi bukan hanya 150 titik, Rp 1 triliun itu bisa 500 lokasi,” ungkap Fansurullah.

Selain tantangan besar dalam ketersediaan infrastruktur integrasi antar stakeholder juga harus dibenahi, terutama integrasi antar kementerian serta pemerintah daerah (Pemda) yang berkepentingan.

Menurut Sofyano, pemda juga tidak bisa begitu saja melepaskan tanggung jawab kepada pemerintah pusat maupun Pertamina. Dalam program tersebut pemda bisa masuk ikut serta penyediaan infrastruktur maupun berbagai perizinan dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

“Pemda berperan aktif ikut menganggarkan dalam APBD mereka untuk membangun infrastruktur distribusi minyak,” ungkap dia.

Selain itu, Kementerian Perhubungan juga memiliki peran yang tidak kalah penting terutama mengatur margin keuntungan para pengusaha transportasi yang khusus digunakan untuk mendistribusikan BBM ke daerah pelosok.

“Harus ada perhatian khusus dengan mewajibkan pengusaha transportasi baik darat, laut dan udara untuk ikut memberikan potongan harga angkutan bagi distribusi BBM di wilayah terluar tersebut,” kata Sofyano.

Pemerintah dan Pertamina memproyeksikan ada 150 lokasi yang akan diterapkan program BBM satu harga hingga 2019. Pada semester pertama tahun ini implementasi program sudah menyasar 22 lokasi dari total 54 lokasi yang ditargetkan. Pada 2018, terdapat 50 titik lokasi dan 2019 ditargetkan sebanyak 46 lokasi.(RI)