JAKARTA – PT Pertamina (Persero) sebagai operator Blok Mahakam pasca 2017 mempunyai peran strategis dalam menjamin produksi gas yang dihasilkan akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

“Dengan dikelolanya Blok Mahakam oleh Pertamina yang notebene kepanjangan tangan dari pemerintah, produksinya tentu akan lebih diutamakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,” kata Dirgo Purbo, pengamat ketahanan energi dan staf pengajar geoekonomi Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Jumat (28/10).

Menurut Dirgo, Pertamina tentu harus diberikan dukungan penuh dalam mengembangkan Blok Mahakam. Dukungan yang paling penting adalah memberikan wewenang penuh kepada Pertamina untuk mengelola Blok Mahakam secara korporat layaknya industri migas multinasional.

Pemerintah dan Pertamina menyepakati split dan signature bonus untuk Blok Mahakam

Pertamina berpotensi tidak hanya menahan penurunan produksi alamiah, namun juga meningkatkan produksi dan menambah field life time Blok Mahakam dengan masuk dan berinvestasi lebih awal.

“Masuknya Pertamina tentu diawali dengan program-program peningkatan perawatan sumur juga menambah kegiatan pengeboran otomatis akan meningkatkan tambahan produksi dari lapisan-lapisan  zona reservoir yang belum dikembangkan,” ungkap dia.

Pemerintah secara resmi telah memberikan lampu hijau bagi Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) untuk bisa berinvestasi lebih awal di Blok Mahakam sebelum kontrak operator saat ini, PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation berakhir pada 31 Desember 2017. Persetujuan itu ditandai dengan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Amendemen Kontrak Bagi Hasil Wilayah Kerja (WK) Mahakam.

Selain itu, amendemen ini juga dapat menjaga keberlangsungan produksi minyak dan gas bumi sekaligus memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan pada Masa Alih Operasi WK Mahakam dari kontraktor eksisting ke Pertamina.

Amendemen Kontrak Kerja Sama (KKS) WK Mahakam antara lain berkaitan dengan pembiayaan yang dapat dilakukan oleh Pertamina atas kegiatan operasi minyak dan gas bumi yang diperlukan sebelum tanggal efektif yang pelaksanaannya dilakukan kontraktor eksisting. Biaya yang dikeluarkan oleh Pertamina tersebut masuk dalam biaya operasi yang pengembaliannya dilakukan setelah tanggal efektif kontrak yakni 1 Januari 2018.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan Pertamina sudah mempersiapkan jauh-jauh hari untuk mengelola Blok Mahakam. Setelah ada keputusan pemerintah dan tandatangan PSC Mahakam akhir 2015, Pertamina fokus untuk melakukan proses alih kelola dengan sebaik-baiknya dengan menyusun tim transisi yang juga terdiri dari personel SKK Migas dan Total E&P Indonesie.

“Untuk menghindari adanya decline yang tajam pada 2018, Pertamina memutuskan untuk mulai melakukan investasi di 2017. Pertamina memasukan program pengeboran sekitar 19 sumur di 2017 dan Total sebagai operator yang akan melakukan eksekusi,” ujarnya.

Menurut Syamsu, sumur-sumur yang dibor tahun depan, baru akan diproduksikan mulai 2018. Ini salah satu upaya untuk menghindari decline produksi. Secara umum decline di blok Mahakam dapat dikurangi dengan menambah jumlah sumur pengeboran maupun workover.(RA/RI)