JAKARTA – Penggabungan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN ke dalam PT Pertamina (Persero) tidak hanya menguntungkan kedua perusahaan, namun juga bagi pemerintah dan pemegang saham minoritas di PGN.

“Ini (penggabungan) akan menguntungkan semua, termasuk pihak pemerintah yang akan memiliki satu operator jaringan gas di Indonesia. Dengan begitu, kebijakan akan jadi mudah dijalankan. Pertamina sebagai perusahaan juga lebih gampang dalam mengelola jaringannya,” kata Said Didu, pengamat BUMN di Jakarta, Kamis (6/10).

Menurut Didu, melalui penggabungan PGN ke Pertamina pemerintah akhirnya juga memiliki perusahaan yang kuat, tidak hanya di hulu, namun juga jaringan gas. Pasalnya, selama ini PGN tidak memiliki kekuatan pada bisnis di sektor hulu tapi hanya hilir. Dengan masuknya PGN, Pertamina akan terpacu untuk mempercepat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

“Pemilik saham minoritas di PGN juga akan diuntungkan karena size bisnis PGN akan menjadi besar,” kata dia.

Pemerintah saat ini tercatat menguasai 57% saham PGN.Sisanya, 43% saham dikuasai publik melalui Bursa Efek Indonesia.Rencana pembentukan induk usaha (holding) BUMN energi dengan menggabungkan PGN ke dalam Pertamina dalam tahap finalisasi dan diperkirakan selesai dalam waktu dekat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan holding BUMNsektor energi paling siap dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti pangan, logistik, keuangan, pertambangan, daninfrastruktur. Payung hukum pembentukan holding BUMN tersebut adalah revisi Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Revisi PP tersebut nantinya akan menjadi referensi hukum untuk peraturan pemerintahlainnya di masing-masing sektor holding BUMN.

Menteri BUMN Rini M Soemarno juga memastikan pembentukan perusahaan induk sektor enegi yang menggabungkan PGN dan Pertamina segera terwujud. “Pada dasarnya secara konsep itu dapat diterima, namun ada banyak hal yang juga masih harus kami selesaikan,” kata dia.

Ferdinand Hutahean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, menilai masuknya PGN menjadi bagian dari Pertamina merupakan langkah strategis yang dilakukan pemerintah. Payung hukum yang rencananya menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 sebetulnya bisa saja, sepanjang nantinya revisi Undang-Undang Minyak dan Gas sejalan dengan isi PP 44.

Di hulu (upstream), Pertamina memproduksi gas sekitar 1.900 juta kaki kubikper hari (MMSCFD). Bahkan, jumlah tersebut dipastikan segera meningkat seiringpengelolaan Blok Mahakam mulai 2018.Untuk midstream, Pertamina memiliki dan mengoperasikan kilang penerima LNG melalui anakusahanya, PT Nusantara Regas, perusahaan hasil sinergi Pertamina dan PGN saatini. Pertamina juga telah mengoperasikan fasilitas Terminal Penerima, Hub, dan Regasifikasi LNG di Arun melalui afiliasi PT Perta Arun Gas.

Menurut Ferdinand, kemampuan Pertamina tersebut tentu akan lebih bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dengan adanya sinergi dengan PGN yang tercatat mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km dan jalur pipa transmisi gas bumi yang terdiri atas jaringan pipa bertekanan tinggisepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi kestasiun penerima pembeli.(RA/RI)