JAKARTA – Percepatan pengembangan Blok East Natuna yang gencar dikejar pemerintah bisa dimulai pada tahun ini masih memiliki hambatan, salah satunya ada regulasi yang dinantikan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Luhut Binsar Pandjaitan, Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM, menyatakan proses penandatanganan PSC masih menunggu penyelesaian revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010.

“East Natuna masih kita proses, kita sekarang sedang menuntaskan PP 79,” kata Luhut seusai rapat pembahasan anggaran kementerian koordinator dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (14/9).

Lebih lanjut Luhut menjelaskan keberadaan kepastian hukum yang mampu memberikan jaminan investasi menjadi salah satu kunci keberhasilan investasi migas di sektor hulu. Apalagi Blok East Natuna memiliki karakteristik khusus dan diperkirakan cukup sulit dalam pengelolaannya, meskipun menyimpan cadangan migas dalam jumlah besar.

“Intinya kita buat semua berkeadilan, artinya investor harus merasa kalau dia (KKKS) investasi di Indonesia menguntungkan buat mereka,” tukas dia.

Menurut Luhut, dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi, sudah sewajarnya pemerintah memberikan sedikit kelonggaran dan perhatian agar eksplorasi dan eksploitasi bisa berjalan sehingga minyak dan gas bisa segera diproduksikan.”Parameternya mesti hitung project IRR bisa 15%, 14-16 %. Artinya dengan risiko tinggi masih menguntungkan,” ungkapnya.

Blok East Naruna sendiri akan dikelola konsorsium PT Pertamina (Persero) bersama dengan Exxonmobil dan PTT Thailand. Data Kementerian ESDM menyebutkan, Blok East Natuna memiliki cadangan gas sebesar 46 triliun kaki kubik (TCF) dengan kandungan CO2 mencapai lebih dari 70%.(RI)