JAKARTA – Pemerintah gandeng empat negara Eropa, yakni Norwegia, Denmark, Finlandia dan Swedia untuk mengembangkan pengelolaan limbah untuk energi. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, mengatakan limbah energi jika dikelola dengan baik sebenarnya akan memberikan manfaat yang tidak sedikit karena mempunyai nilai keekonomian dan mampu dikembangkan menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Pengelolaan limbah sebenarnya bisa efisien serta mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan EBT dan tidak berbahaya bagi kesehatan,” kata Luhut disela pembukaan konferensi nasional limbah untuk energi di Jakarta, Senin (11/9).

Menurut Luhut, keempat negara Eropa tersebut menjadi rujukan pemerintah dalam pengelolaan limbah dan sudah teruji mampu mengolah limbah menjadi suatu komoditi baru yang justru bermanfaat.

Pengelolaan limbah di tanah air saat ini masih dalam pengawasan pemerintah daerah. Untuk itu butuh ada koordinasi lebih lanjut dalam menghadapi permasalahan limbah. Pasalnya, meskipun pengawasan pemerintah daerah dalam hal ini di level kebupaten, dampak yang ditimbulkan jika limbah tidak dimanage dengan baik akan menyebar sampai dengan tingkat nasional. “Dampaknya secara nasional bahkan level internasional jika kita lihat dalam kasus sampah plastik di laut,” ungkap Luhut.

Pemerintahan Presiden Joko WIdodo menargetkan pada 2025 Indonesia memiliki solusi untuk menyelesaikan permasalahan limbah, terutama limbah plastik. Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah dengan transfer teknologi dari negara-negara yang telah terlebih dahulu mengembangkan pengelolaan limbah secara modern.
“Contoh dengan Finlandia sudah melakukan kerja sama transfer teknologi paling penting,” ungkap dia.

Menurut Luhut, pemerintah tidak hanya akan membeli teknologi dari negara-negara maju tersebut, namun dengan adanya transfer teknologi diharapkan nantinya juga ada teknologi asli dari tanah air untuk mengelola limbah dengan baik.

“Kita tidak mau hanya jadi market, kita mau lihat teknologinya kalau bisa dapat kita bawa untuk diperbaiki,” kata dia.

Luhut mengatakan saat ini pendanaan dalam pengelolaan limbah masih sangat minim. Dalam data pemerintah pendanaan pengelolaan sampah plastik hanya teralokasi US$ 5- US$ 6 per orang pertahun atau 2,6% dari seluruh total rata-rata Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Padahal standar internasional menyebutkan pendanaan pengelolaan limbah minimal per orang selama satu tahun adalah US$ 10 – US$ 15.

“Kita harus menemukan solusi yang tepat yang bisa selesaikan masalah secara paralel langsung,” kata Luhut.

Menurut Luhut, salah satu kunci utama dalam penyelesaian pembahasan limbah sehingga bisa bermanfaat untuk pengembangan energi adalah adanya keputusan politik yang mengikat.  “Limbah ini masalah cukup rumit yang tidak hanya butuh pendanaan tapi juga keputusan politik,” tandas dia.(RI)