JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta tidak tergesa-gesa dalam menetapkan regulasi baru harga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik bertenaga batubara (PLTU). Pasalnya, PLTU mulut tambang memiliki nilai keekonomian rendah karena kalori rendah dan kandungan air tinggi. Untuk itu, pemerintah cermat dalam menetapkan formula biaya.

“Perlu cermat dan hati-hati menetapkan formula biaya pembangkitan mulut tambang sehingga didapat harga yang wajar. Jadi seharusnya harganya, biaya produksi riil ditambah margin,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) kepada Dunia Energi, Selasa (21/2).

Kementerian ESDM sebelumnya berencana menerbitkan aturan penetapan harga listrik PLTU Mulut Tambang dan Non Mulut Tambang berdasarkan Biaya Pokok Produksi (BPP).

Menurut Fabby, dalam menyusun formulasi harga maka pemerintah harus transparan menjelaskan kepada para pelaku usaha terkait komponen apa saja yang dibutuhkan dalam menetapkan harga. Apalagi kompomen pembentuk harga listrik PLTU cukup kompleks, misalnya harus diperhatikan juga dampak lingkungan dari pembangkit itu sendiri yang tentu perlu pertanggungjawaban dan perlu direhabilitasi.

“Prosesnya perlu transparan. Perlu diingat juga dampak lingkungan dari pembangkit batubara mulut tambang cukup signifikan,” katanya.

Pemerintah juga telah menerbitkan aturan harga listrik berdasarkan BPP melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan EBT Untuk Penyedia Tenaga Listrik.

Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan penggunaan batubara sampai saat ini dan beberapa tahun ke depan masih akan menjadi sumber terbesar untuk menghasilkan energi. Apalagi dalam mega proyek 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan rampung pada 2023 persentase PLTU lebih dari 50 persen.

Sebagai salah satu sumber energi terbesar lanjut Jarman maka penetapan harga harus dikaitkan dengan BPP.

“Jadi semua yang berkaitan PLN dikaitkan dengan BPP, dan PLN juga harus efisien. Jadi BPP jadi acuan,” kata dia.

Menurut Fabby, penetapan BPP sebagai dasar penetapan harga sedikit banyak akan mempengaruhi keberlanjutan pengembangan PLTU, karena itu harus diperhatikan nilai keekonomian dalam penetapan harga.

“Pemilik batubara mulut tambang akan terpengaruh. Jadi perlu harga yang wajar dengan mempertimbangkan nilai ekonomis,” tandas dia.(RI)