MUS Mulyadi, perwakilan warga Suku Sakai, suku asli di Riau, tampak sumringah. Wajahnya berseri-seri. Maklum, bersama dua temannya dari Riau, yaitu Wan Syamsinar, perajin tenun Dumai dan Lambas, penggerak bank sampah di Duri, Mulyadi bisa hadir di acara konvensi dan pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) di Jakarta Convention Center, 1-4 Mei 2018.

Ketiganya sengaja didatangkan oleh PT Chevron Pacific Indonesia, produsen minyak terbesar di Tanah Air di acara IPA. Pasalnya, Mulyadi, Syamsinar, dan Lambas terbukti sebagai “pahlawan lokal” atau local hero dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasi Chevron di Riau. Mereka adalah penggerak sekaligus pendorong warga dalam program investasi sosial yang dilaksanakan oleh Chevron.

Mulyadi, warga dan juga petani Suku Sakai yang menerima pelatihan pertanian terpadu (integrated farming) dari Chevron, sangat bersemangat menjelaskan program investasi sosial perusahaan migas asal Amerika Serikat tersebut untuk petani Sakai. Kepada Dunia-Energi yang menemuinya di sela konvensi dan pameran IPA, Mulyadi mengatakan, peran Chevron dalam pemberdayaan petani di wilayah Kabupaten Bengkalis, Riau sangat strategis.

Mulyadi berkisah mengenai kegelisahan petani di daerahnya. Pasalnya, lahan produktif nan luas di Kelurahan Pematang Pudu di Kabupaten Bengkalis, Riau dari tahun ke tahun terus menyusut dan bahkan terbengkalai. Tak banyak warga Suku Sakai bersedia memanfaatkan lahan untuk pertanian, peternakan, atau kegiatan ekonomi lainnya. Apalagi sebagian besar masih menjadi petani yang berpindah (nomaden).

Mulyadi berharap dapat mengubah kondisi tersebut. Lahan yang terbengkalai bisa diolah menjadi sumber kehidupan bagi warga sekitar. Namun, mengubah budaya lokal tentu tak semudah membalik telapak tangan. “Saya mendatangi perwakilan Chevron di Riau. Dari perbincangan awal terkait kondisi di daerah kami, manajemen Chevron mau membina dan membantu masyarakat Sakai,” katanya.

Dia mengakui manajemen Chevron merespons positif untuk membina dan membantu masyarakat Sakai. Belakangan, kata dia, Chevron mendorong pembentukan Kelompok Pertanian Terpadu Suku Sakai di Kelurahan Pematang Pudu. Mulyadi pun dipercaya jadi ketua.

“Pada tahap awal, masyarakat diberikan pembinaan dan pelatihan terlebih dahulu. Setelah itu diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan, antara lain pupuk dan pendampingan,” katanya.

Mulyadi sangat bersyukur atas kehadiran Chevron dalam program tersebut. Pasalnya, program pembinaan dan pendampingan yang dilakukan oleh Chevron membuahkan hasil positif. Komoditas pertanian dan perikanan yang dihasilkan mulai beragam antara lain kangkung, cabe, kacang panjang, ayam potong, ikan lele, ikan patin, bebek, dan burung puyuh. “Sekarang Sakai bertani profesional,” ujarnya.

Tiga “pahlawan lokal” di Riau berfose bersama manajemen PT Chevron Pacific Indonesa di sela acara konvensi dan pameran IPA di Jakarta, 1-4 Mei 2018. (Foto: Chevron)

Program pemberdayaan masyarakat Suku Sakai adalah salah satu program pembinaan pertanian terpadu yang merupakan bagian dari Promoting Sustainable Integrated Farming, Small Enterprise Cluster and Microfinance Access atau disingkat PRISMA. Ini adalah program inisiatif yang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menyasar para petani, pelaku usaha mikro, serta kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang tersebar di wilayah operasi Chevron.

Yanto Sianipar, Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs (PGPA) Chevron Indonesia, mengatakan pembinaan masyarakat Suku Sakai adalah salah salah satu program investasi sosial Chevron di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program tersebut bertujuan menciptakan kemandirian masyarakat melalui pelatihan pengembangan kapasitas, bantuan teknis, dan menawarkan bantuan pinjaman melalui lembaga keuangan mikro kepada kelompok tani, usaha kecil, dan koperasi.

Program PRISMA telah mendukung lebih dari 1.200 mitra binaan. Pelaksanaannya mencakup 36 sektor, termasuk pertanian, perikanan, komoditas makanan olahan, industri kreatif seperti kerajinan tenun, batik, serta desa wisata berwawasan lingkungan dan budaya. “Program ini juga membantu mendirikan sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di sekitar wilayah operasi Chevron,” kata Yanto.

Menurut dia, Chevron melakukan lebih dari sekadar menyediakan energi. Chevron, menurut Yanto, percaya bahwa dengan berinvestasi kepada manusia, semua pihak mendapat manfaat. Program-program Chevron melibatkan masyarakat dan individu, memberdayakan mereka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi keberlanjutan dan membantu mewujudkan manfaat sosio-ekonomi jangka panjang. “Sasaran penerima manfaat dari inisiatif ini adalah masyarakat yang hidup di sekitar wilayah operasi kami. Hal ini menunjukkan komitmen kami untuk menjadi mitra pilihan,” ujarnya.

Yanto Sianipar. Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs (PGPA) Chevron Indonesia. (Foto: Tatan A Rustandi/Dunia-Energi)

Chevron diketahui telah mendukung masyarakat Riau sejak dekade 1950-an dengan membuka area yang sebelumnya terisolasi di Riau Timur melalui konstruksi jalan raya sepanjang 180 kilometer, yang menghubungkan Pekanbaru dan Dumai. Chevron juga telah menghubungkan jalan akses Provinsi Sumatera Utara dengan wilayah Bangko. Kontribusi penting Chevron lainnya adalah membangun Jembatan Siak, jembatan pertama di atas Sungai Siak yang menghubungkan daerah selatan Pekanbaru dengan daerah utara pada 1977, serta menghubungkan bagian barat Sumatera (Provinsi Sumatera Barat) dengan bagian timur (wilayah Dumai di Provinsi Riau).

Danya Dewanti, Corporate Communication Manager Chevron, menambahkan melalui motto “investasi sosial” Chevron telah lama mengimplementasikan program pengembangan masyarakat (community development) dan corporate social responsibility (CSR) di Indonesia. Adalah Julius Tahija, Direktur Utama PT Caltex Indonesia (sebelum berubah menjadi Chevron Pacific Indonesia), yang menanamkan filosofi bahwa perusahaan hanya dapat bertahan jika mampu memenuhi kebutuhan sosialnya. Sebaliknya perusahaan hanya dapat melayani kebutuhan sosial kalau sudah mantap secara ekonomi.

Menurut Danya, program investasi sosial Chevron dijalankan dengan mendasarkan pada penguatan masyarakat untuk perekonomian yang berkelanjutan. Strategi investasi sosial yang dikembangkan perusahaan energi ini terus berubah mengikuti dinamika yang berkembang di masyarakat. “Tujuan investasi sosial adalah menciptakan kemandirian masyarakat secara ekonomi,” katanya.

Chevron memiliki beragam program investasi sosial yang fokus pada upaya mempermudah akses pendidikan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mengembangkan kapasitas manusia melalui alih keterampilan serta pengembangan ekonomi melalui kewirausahaan. Selain itu ada program perlindungan lingkungan dan konservasi serta rehabilitasi pascabencana. Secara khusus, program-program tersebut meliputi akses untuk pendidikan dengan program beasiswa Darmasiswa Chevron Riau (DCR), Politeknik Caltex Riau (PCR), Program Kemitraan Universitas (University Partnership Program/UPP). Program pengembangan ekonomi melalui latihan kejuruan untuk karyawan dan wirausahawan (Vocational Training for Employee and Entrepreuneur/VOTEE), pengembangan usaha lokal/tempatan (Local Business Development/LBD), dan pembinaan keuangan mikro dan kewirausahaan.

Dari laman perseroan diperoleh juga informasi bahwa program-program investasi sosial Chevron didasarkan pada kerja sama dengan pemerintah, masyarakat, organisasi nonpemerintah lokal dan internasional. Sebagian besar program Chevron merupakan implementasi dari tiga fokus utama: memperbaiki akses kebutuhan dasar manusia (seperti layanan kesehatan, gizi yang lebih baik, perbaikan sanitasi, pertanian, dan pengembangan infrastruktur publik); menciptakan kesempatan pendidikan dan pelatihan; dan mendukung peningkatan kualitas kehidupan manusia yang berkelanjutan.

“Kami juga mendukung seni dan budaya, upaya perlindungan lingkungan serta memberikan bantuan bencana alam dan upaya rehabilitasi jangka panjang,” ujarnya.

Kontribusi Besar

Kontribusi dan peran Chevron dalam memengaruhi perekonomian dan bisnis di Tanah Air juga tak kalah kecil. Hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia  bersama IHS, memperlihatkan bahwa Chevron tetap mempertahankan peran pentingnya bagi perekonomian Indonesia. Pada 2013 misalnya, Chevron bersama mitranya berkontribusi sebesar Rp125 triliun, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyumbang Rp101 triliun bagi pendapatan negara melalui pendapatan pemerintah dari migas atau government lifting entitlements dan pajak.

Chevron adalah salah satu perusahaan energi terintegrasi terdepan di dunia dan melalui anak-anak perusahaan di Indonesia telah beroperasi di negeri ini selama 94 tahun. Dengan inovasi dan komitmen karyawan yang memiliki keahlian dan dedikasi tinggi, Chevron Indonesia menjadi salah satu produsen minyak mentah terbesar di Indonesia. Dari lapangan-lapangan migas darat di Riau, Sumatera dan lapangan-lapangan migas lepas pantai di Kalimantan Timur, Chevron memproduksi lebih dari 13 miliar barel minyak untuk pemenuhan kebutuhan energi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Laporan yang dilansir dari laman Chevron memperlihatkan, operasi Chevron menghasilkan pendapatan bagi pemerintah Indonesia sekitar Rp455 triliun dalam lima tahun untuk periode 2009-2013, termasuk dari mitranya. Jumlah ini lebih dari cukup untuk membangun jalan lintas Sumatera dari Aceh ke Lampung sepanjang 2.700 kilometer. Pendapatan rerata per tahun yang dihasilkan dari operasi Chevron, sekitar Rp91 triliun atau setara dengan 7,7% dana APBN. Dana itu cukup untuk membangun 41.000 klinik kesehatan.

Bambang Mulyadi, Direktur Pemberdayaan Sosial, Perorangan, Keluarga, dan Kelembagaan Masyarakat Kementerian Sosial, mengatakan program CSR perusahaan yang bergerak di industri migas idealnya harus memperhatikan faktor keberlanjutan dari program CSR yang dijalankan. Program CSR tersebut harus bisa membentuk dan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih mandiri dan sejahtera.

“Program CSR yang ditawarkan bukan bersifat sumbangan semata tapi juga harus berfokus pada pemberdayaan beberapa sektor utama seperti pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan sampai lingkungan. Karena itu, perlu pembinaan dan pendampingan secara berkala,” ujarnya.

Risna Resnawaty, pakar pemberdayaan masyarakat dari Universitas Padjadjaran, menjelaskan kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam koridor penguatan masyarakat akan memberi dampak positif secara ekonomi, sosial maupun lingkungan perusahaan. Pelaksanaan investasi sosial harus mampu memberikan penguatan daya saing masyarakat. Menurut Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad ini, kegiatan CSR atau investasi sosial yang benar seharusnya mampu memberi dampak positif baik secara ekonomi, sosial ataupun ekologis.

“Tujuan program pemberdayaan adalah agar masyarakat tidak lagi bergantung pada perusahaan dan menjadi mandiri serta memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri,” katanya.

Chevron telah memberi bukti. Investasi sosial adalah pilihan yang tepat bagi perusahaan dalam membangun kemitraan dan memberdayakan komunitas. Kebijakan yang sangat layak untuk terus diterapkan. (yurika indah p)