JAKARTA –  Komitmen produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) untuk mengembangkan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dinilai masih tinggi, meskipun ditengah ketidakpastian bisnis.
Surya Dharma, Ketua Umum Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan para pengembang sudah aktif dalam bisnis EBT sejak dibuka peluang dan diundang oleh pemerintah dengan berbagai daya tarik dalam beberapa tahun terakhir.
“Namun demikian, kita tetap perlu mencerna apakah penandatangan PPA hari ini (Jumat) akan menjadi  pendorong EBT atau hanya sekedar menyelesaikan masalah yang sudah lama tertumpuk,” ujar Surya Dharma kepada Dunia Energi, Jumat (8/9).
Dia menambahkan METI sepakat bahwa EBT semakin kompetitif terhadap energi fosil,  khususnya minyak bumi dan juga PLTU jika perbandingannya seimbang.

PT PLN (Persero) kembali menandatangani 11 (sebelas) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) atau Power Purchase Agreement (PPA) pembangkit dari energi terbarukan (EBT) dengan pengembang pembangkit tenaga listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dengan total kapasitas 291,4 MegaWatt (MW).

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan dengan penandatanganan PPA  merupakan salah satu bukti nyata dari upaya pemerintah dalam memenuhi target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Serta menciptakan harga listrik yang kompetitif dan affordable.

“Melalui Rencana Umum Energi Nasional (RURN) dan Kebijakan Energi Nasional (KEN) kita akan berusaha mencapai bauran energy 23 % di 2025. Ini sekarang mungkin 11-12 % bisa tidak nya ya kita akan coba semaksimal mungkin,” kata Jonan disela penandatanganan PPA di Kementerian ESDM. Jakarta, Jumat (8/9).

Jonan menegaskan kesebelas PPA yang ditandatangani  memiliki harga yang sangat kompetitif dengan harga yang disepakati tidak lebih dari Biaya Pokok Produksi (BPP) masing-masing wilayah setempat.(RA)