JAKARTA – Kementerian Perindustrian telah mengusulkan pembangunan kawasan industri khusus di Teluk Bintuni menjadi salah satu proyek prioritas nasional. Saat ini usulan tersebut telah disampaikan ke Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dan akan segera dibahas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Muhammad Khayam, Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian,  mengatakan dengan masuknya kawasan Teluk Bintuni sebagai salah satu dari proyek prioritas nasional maka diharapkan persiapan pengembangan kawasan tersebut bisa dipercepat.

Teluk Bintuni dinilai sangat layak menjadi salah satu kawasan yang diprioritaskan pembangunannya, karena investasi dalam skala besar salah satunya industri petrokimia akan bisa terwujud. Apalagi di sekitar kawasan tersebut sudah tersedia bahan baku energi, berupa gas yang dapat disalurkan tidak hanya dari Tangguh, namun juga dari Blok Kasuri yang dioperatori Genting Oil, perusahaan migas asal Malaysia.

Menurut Khayam,  jika sudah diimplementasikan satu pabrik petrokimia bisa menelan investasi hingga US$ 2 miliar. Pada tahap intermediate sebagai industri turunan akan tumbuh 200 pabrik dikuti industri hilir bisa 6.000 pabrik.

“Jadi satu ranting. Itu yang namanya multiplier effect dari satu pabrik hasilkan tingkatan supply chain banyak sekali. Dan itu masing-masing akan menghasilkan pendapatan negara melalui pajak,” ungkap Khayam.

Kawasan Industri Teluk Bintuni sebenarnya sudah tercatat menjadi salah satu proyek strategis nasional di Papua Barat dengan luas lahan kurang lebih 2.112 hektar.  Berbasis industri pupuk dan petrokimia, dengan nilai investasi sekitar Rp 31,4 triliun

Nantinya, dengan menjadi bagian dari proyek prioritas nasional upaya percepatan pembangunan kawasan diharapkan akan ikut membantu mempercepat pengembangan Blok Kasuri.

Genting Oil sampai saat ini  belum mampu mengembangkan Blok Kasuri karena belum mendapat  pembeli gas. Hal ini disebabkan harga gas yang dipatok Genting terlalu mahal bagi para calon pembeli.

Menurut Khayam,  nantinya percepatan penetapan harga juga akan bisa dilakukan melalui berbagai kebijakan yang akan ditempuh pemerintah, termasuk dengan memberikan insentif .

“Ini (penetapan harga) semua disesuaikan dan ditender, siapa mau dengan harga segini, insentif sudah pasti,” ungkap dia.

Khayam mengatakan sejauh ini Genting Oil mengajukan harga gas sebesar US$ 5,21 per MMBTU, sementara kemampuan industri dalam menyerap gas yang sudah disampaikan ke Kementerian Perindustrian dan sesuai dengan keekonomian adalah sekitar US$ 4 per MMBTU.

“Dalam pembahasan itu, bentuknya adalah harga formula bukan harga fix (Kasuri),” kata Khayam.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menargetkan kapasitas produksi Blok Kasuri sebesar 285 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Namun hingga saat ini, rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) Blok Kasuri belum disetujui  SKK Migas. Padahal Genting Oil menargetkan Blok Kasuri bisa on stream tiga tahun setelah PoD disetujui. Sementara total kepasitas gas yang siap disalurkan untuk kawasan industri di Bintuni adalah 170 MMSCFD.

Sejauh ini sudah ada beberapa perusahaan yang menyatakan keseriusannya untuk berinvestasi di sektor petrokimia adalah Ferrostaal, Asahi Kasei Chemicals, LG, Mitsui, dan Sojitz.

“Yang berminat itu ada banyak tapi nanti bagaimana skemanya kita ikuti dari KPPIP,” tandas Khayam. (RI)