JAKARTA – Harga gas di Indonesia yang mencapai US$10-US$12 per MMBTU di tingkat pengguna akhir berdampak pada kurangnya daya saing produk industri nasional, terutama menghadapi produk industri tetangga di kawasan ASEAN.

“Harga gas dalam negeri sangat tinggi mencapai US$ 10-US$12 per MMBTU. Harga gas mahal membuat daya saing produk Indonesia tidak bisa berkembang atau bersaing,” kata Syarkawi Rauf, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha di Jakarta, Selasa (27/9).

Data KPPU menyebutkan saat ini harga gas Indonesia paling tinggi dibanding harga gas di sejumlah negara tetangga. Di Vietnam, harga gas hanya US$ 7,5 per MMBTU, Filipina US$ 5,43 per MMBTU Malaysia US$ 4,47 per MMBTU dan Singapura US$ 4-US$5 per MMBTU.

Menurut Syarkawi, ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya harga gas di dalam negeri. Pertama, biaya investasi di hulu besar, apa lagi mayoritas ada dilaut sehingga membutuhkan biaya tidak sedikit. Kemudian sumur tua yang masih dikelola, hal itu tentu berkaitan dengan nilai keekonomian dari sumur, karena pengelolaan sumur tua biasanya membutuhkan effort khusus yang juga membutuhkan biaya.

“Tidak meratanya penghasil gas dan wilayah yang membutuhkannya di Indonesia membuat biaya transportasi yang sangat tinggi. Apalagi dengan infrastruktur yang masih terbatas,” ungkap dia.

Syarkawi menambahkan selain beberapa faktor teknis tersebut ,KPPU juga mendeteksi adanya perilaku dari produsen gas yang bisa diduga bebas menetapkan harga gas secara sepihak .

“Itu yang membuat industri di Medan teriak karena beli gas harga gas mahal dan ditetapkan secara sepihak oleh provider gas. Ini yang kita ingin kaji di KPPU karena adanya dugaan monopoli ini,” tegas Syarkawi.(RI)