JAKARTA – PT PLN (Persero) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026 dipastikan menetapkan batubara tidak akan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia Bagian Timur. Nantinya wilayah Indonesia Bagian Timur akan memanfaatkan sumber energi gas sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

“Sudah diputuskan, namanya local wisdom. Kalimantan kaya, ada batubara, gas, hidro. Indonesia Timur sumber energi gasnya berlimpah, biar dibeli masyarakat di sana. Tidak usah kirim batubara ke sana (Indonesia Timur), bisa mahal,” kata Djoko Raharjo Abumanan, Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN di Jakarta.

Dia menekankan, khusus wilayah Kalimantan masih menggunakan batubara. Namun berbeda dengan wilayah Indonesia timur lainnya.

“Kalau batubara dikirim ke timur kan jadi mahal. Padahal gas disana berlimpah. Kalah gas Kalimantan dengan Indonesia Timur,” tukas Djoko.

PLN menyatakan rasio elektrifikasi atau tingkat penduduk menikmati listrik 100 persen akan terjadi pada 2024. Perkiraan ini lebih cepat dari apa yang direncanakan dalam RUPTL 2016-2025.

Untuk melakukan percepatan rasio elektrifikasi di daerah yang terisolasi dan krisis listrik, khususnya luar Pulau Jawa, PLN akan menggunakan mobile power plant, pembangkit hybrid dengan energi terbarukan baik on grid maupun off grid dengan mengutamakan energi primer lokal.

Selain itu, perseroan juga menyediakan marine mobile power plant sebagai cadangan atau reserve margin yang bergerak untuk Indonesia timur.

Peningkatan rasio elektrifikasi diprioritaskan pada kelompok rumah tangga, sedangkan untuk sektor industri dan bisnis, kawasan ekonomi khusus (KEK) tetap dimasukkan dalam perencanaan elektrifikasi.

Dalam RUPTL 2017-2026, PLN juga mengubah asumsi konsumsi listrik dari 8,6 persen menjadi 8,3 persen selama 10 tahun ke depan. Namun, penurunan konsumsi listrik tersebut hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan di luar pulau tersebut terjadi peningkatan konsumsi 0,1 sampai 0,2 persen.

RUPTL juga tetap menjalankan program penyediaan listrik 35.000 MW namun realisasinya disesuaikan dengan pertumbuhan kebutuhan di masing-masing sistem.(RA)