JAKARTA– Keputusan Pemerintah untuk mempercepat pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai merupakan langkah tepat dalam meningkatkan kinerja perusahaan milik negara, akumulasi permodalan dan efisiensi untuk memacu daya saing di tingkat global.

Fahmi Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan dengan holding BUMN diharapkan perusahaan memiliki keunggulan. “Misalnya Pertamina jadi pemimpin holding BUMN Energi, Pertamina harus menjadi pemain dunia,” kata Fahmi.

Saat ini Menteri BUMN Rini M Soemarno berupaya menuntaskan pembentukan enam sektor holding, yaitu holding migas, holding tambang, holding keuangan, holding jalan tol, perumahan serta konstruksi. Tujuan holding tersebut, agar BUMN-BUMN yang kerap merugi bisa dikelola lebih profesional sehingga tidak melulu membebani keuangan negara atau APBN.

Meski demikian, kata Fahmi, pembentukan holding harus disertai konsep yang jelas, jangan sampai ada agenda lain yang memberikan keuntungan pihak-pihak tertentu. Sedang prosesnya harus diawali dengan integrasi atau bisa juga merger antara BUMN sejenis baru kemudian membentuk holding.

Fahmi mengakui holding BUMN Energi adalah yang paling siap diwujudkan, kemudian holding BUMN pangan dan perbankan. “Penunjukan Pertamina bisa menjadi pilihan pertama karena Pertamina sudah dikenal memiliki reputasi sebagai national oil company yang mewakili Indonesia,” katanya seperti dikutip Antara.

Jika holding BUMN sudah terbentuk, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah perencanaan atau corporate planning, melakukan control dan pastinya koordinasi perusahaan-perusahaan yang di bawahnya.

Menurut Fahmi, pembentukan superholding BUMN tidak harus sama seperti yang ada di Malaysia dan Singapura, apalagi karakteristik di sini berbeda dengan dua negara tersebut. “Indonesia sudah terlalu banyak BUMN jadi agak lebih sulit. Namun upaya pembentukan holding menjadi satu kebutuhan mendesak bagi perbaikan BUMN,” ujarnya.

Jika di Singapura dan Malaysia di bawah Perdana Menteri (PM), di Indonesia cukup di bawah menteri BUMN, atau dipimpin direktur utama dari superholding yang jabatannya bisa setingkat menteri.

Azam Asman Natawijaya, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, menambahkan hingga kini Komisi VI belum pernah diajak bicara tentang rencana pembentukan enam holding BUMN oleh Kementerian BUMN. Bahkan kabar soal holding hanya didapatkan Komisi VI dari pemberitaan media.

“Seharusnya rencana holding BUMN harus dibicarakan dengan Komisi VI yang membidangi BUMN. Apalagi, holding bisa mengubah komposisi saham di dalam perusahaan-perusahaan BUMN,” ujarnya. (DR)