JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan telah mengambil langkah nyata untuk merealisasikan target-target pengembangan energi baru terbarukan (EBT), antara lain pengaturan harga jual listrik yang menarik dan penyederhanaan proses perizinan dan non perizinan.
Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, mengatakan saat ini terdapat beberapa kemajuan dalam pengembangan energi terbarukan, antara lain dengan ditandatanganinya 68 Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) antara PT PLN dan Independent Power Producer (IPP) dengan kapasitas 1.189,67 megawatt (MW ) hingga November 2017 yang berpotensi menurunkan emisi gas rumah Kaca (GRK) sebesar 4,76 Juta Ton CO2.
 “Pemerintah telah mengambil langkah nyata untuk merealisasikan target-target pengembangan EBT. Selain dimanfaatkan untuk penyediaan energi, EBT juga merupakan bagian yang sangat penting dalam pencapaian target penurunan emisi GRK Nasional dan berpartisipasi aktif secara global dalam penurunan emisi GRK,” ujar Rida, Rabu (15/11)
Menurut Rida,  potensi EBT Indonesia sangat besar yaitu sekitar 441,7 Giga Watt (GW), namun hingga saat ini perannya dalam penyediaan energi nasional masih sangat terbatas yaitu 7,7%, atau sebesar 8,89 GW atau 2% dari total potensi.
Masih terdapat peluang dan tantangan yang besar guna mencapai target bauran energi primer pada 2025 dengan, kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 45 GW.
 “Khusus akses energi di Wilayah Timur Indonesia belum merata, sekitar 2.500 desa yang dihuni lebih dari 265 ribu rumah tangga sama sekali belum mendapatkan akses energi,” kata Rida.
EBT diharapkan dapat menjadi bagian utama penyediaan energi yang terjangkau serta merata sebagai elemen penting prinsip Energi Berkeadilan. Hal ini merupakan wujud penjabaran Nawa Cita, khususnya Nawa Cita butir ke 6 tentang peningkatan produktivitas dan daya saing masyarakat, dan butir ke 7 tentang kemandirian ekonomi menjadi landasan kuat pengembangan EBT.
Mengacu pada Kebijakan Energi Nasional(KEN), yang mengamanatkan peningkatan rasio elektrifikasi 100% pada  2020, pengembangan EBT 23% pada  2025 serta peningkatan efisiensi energi dengan target 17% pada 2025, diharapkan dapat menguatkan perwujudan energi berkeadilan untuk semua sekaligus mengurangi emisi GRK.
Pada 2015, dalam acara COP 21 Paris, Presiden 9 Joko Widodo telah menyampaikan komitmen Indonesia mendukung upaya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Presiden menyampaikan tiga pilar penting yang akan diambil Pemerintah dalam upaya penurunan emisi GRK, yaitu pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke sektor produktif, penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23% pada 2025, dan pengolahan sampah menjadi sumber energi.
“Hal ini juga sejalan dengan pandangan negara-negara peserta COP yang saat ini sedang melakukan perundingan dalam COP23 di Bonn, Jerman,” kata Rida.(RA)