JAKARTA – Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) diproyeksikan bisa mencapai 6,4 gigawatt (GW) hingga 2025 dan 45 GW pada 2050 atau 8,5% dari potensi surya sebesar 532 GW. Hal ini didukung tren investasi dan harga listrik dari PLTS global semakin murah dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan teknologi.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan untuk merealisasikan pengembangan PLTS diperlukan kajian komprehensif dari hulu ke hilir

“Potensi bahan baku solar cell, yaitu silikon di Indonesia cukup berlimpah sehingga usaha pengolahan pasir silika di hulu merupakan investasi masa depan yang bersifat jangka panjang dan pemerintah segera memanfaatkan peluang besar ini,” kata Syamsir kepada Dunia Energi, Jumat (11/11).

IMG-20160409-WA0003

Syamsir mengungkapkan, pemerintah perlu membentuk badan usaha energi baru terbarukan (EBT) tersendiri yang ditugasi untuk membeli listrik.

“Langkah ini sebagai solusi untuk persoalan harga dan keengganan PT PLN (Persero) untuk membeli listrik dari PLTS,” kata Syamsir.

Pada Mei 2016, perusahaan listrik dan air di Dubai, memecahkan rekor harga listrik termurah di dunia dengan harga 2,99 sen/KWh. Pemenangnya adalah developer properti dari Abu Dhabi – Masdar bekerja sama dengan GranSolar, Spanyol. Pembangkitan listrik tersebut menggunakan energi matahari.

Tiga bulan berikutnya, perusahaan Spanyol, Solarpack memenangkan lelang di Chile untuk 120 MW pembangkit tenaga listrik dari energi matahari dengan harga 2,91 sen/kwh. Harga listrik Solarpack saat itu, memecahkan rekor dunia yang dicetak pada Mei 2016 di Dubai.

Pada September 2016, harga listrik dari energi matahari menjadi semakin murah. Perusahaan Air & Listrik Abu Dhabi, mendapat penawaran untuk 350 MW pembangkit listrik dari JinkoSolar China dan Marubeni, dengan harga 2,42 sen/KWh pada September 2016. Harga ini memecahkan rekor harga listrik termurah sampai hari ini.

Syamsir menjelaskan, penurunan harga yang dramatis disebabkan oleh inovasi dan produksi massal dari Photo-Voltaic, yaitu teknologi mengkonversi sinar matahari menjadi listrik.

“Walaupun harga diatas baru penawaran dan belum operasional. Namun harga energi matahari terus menurun drastis. Sesuatu hal yang pasti, adalah bahwa teknologi ini akan mulai berdampak pada industri energi lainnya seperti migas, batu bara, panas bumi, air, angin dan energi berbasis tanaman (biodiesel, bioethanol, biomass),” tandas Syamsir.(RA)

Harga listrik dari energi matahari turun sepertiga dalam tiga tahun terakhir.

Berikut tren penurunannya:

  • 2013 : 8 sen/KWh
  • 2014 : 7 sen/KWh
  • 2015 : 6 sen/KWh
  • 2016 awal tahun : 5 sen/KWh
  • 2016 akhir tahun : 2,42 sen/KWh