JAKARTA – Penurunan biaya investasi secara signifikan yang diklaim pemerintah untuk pengembangan Blok Masela diminta untuk dikaji ulang karena sejauh ini belum ada perhitungan konkrit yang menunjukkan biaya tersebut bisa ditekan.

Berly Martawardaya, Pengamat Energi dari Universitas Indonesia, menyatakan penurunan signifikan biaya pengembangan Blok Masela diragukan bisa tercapai. Pasalnya banyak indikator yang harus masuk dalam hitungan untuk bisa mencapai perhitungan biaya yang valid, tidak hanya berdasarkan harga minyak dunia.

“Tergantung banyak komponen, saya tidak yakin bisa turun biayanya hingga 30%” kata Berly saat dihubungi saat dihubungi Dunia Energi, Senin (22/8).

Blok masela

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyatakan biaya pengembangan Blok Masela dengan metode onshore bisa diturunkan dari US$ 22 miliar menjadi US$ 15,5 miliar berkat perhitungan yang dilakukan mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Perhitungan tersebut dibuat setelah Arcandra melakukan pertemuan dengan operator Blok Masela, Inpex Corporation, sewaktu masih menjabat sebagai menteri.   “Kira-kira begitu, nanti kita lihat detail dari struktur cost-nya karena itu yang dilaporkan Pak Arcandra ke saya,” kata Luhut Binsar Pandjaitan, Pelaksana Tugas Menteri ESDM.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) sebelumnya memperkirakan penurunan biaya investasi pengembangan Blok Masela bisa terjadi akibat anjloknya harga minyak dunia hingga kisaran US$30–US$50-an per barel.

Data SKK Migas pada pada tahun lalu total dana yang dibutuhkan untuk investasi pengembangan Masela dengan metode pembangunan kilang di darat mencapai US$ 19,3 miliar. Angka tersebut diperoleh berdasarkan patokan harga minyak pada 2013, yakni dikisaran US$ 100 per barel.(RI)