JAKARTA –  Komisi VI DPR memutuskan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mendalami potensi kesalahan pengurusan PT Pertamina (Persero) oleh pemegang saham dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Langkah ini dilakukan menyusul pencopotan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari posisi direktur utama dan wakil direktur utama Pertamina.

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR, menegaskan selama ini pemerintah tidak pernah menjelaskan alasan perubahan struktur organisasi dan alasan penunjukkan Ahmad Bambang sebagai wakil direktur utama. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya aturan jelas yang menjadi dasar pengangkatan wakil dirut, sehingga menyebabkan adanya gangguan kinerja para direksi Pertamina hingga diberhentikannya dua direksi tersebut.

“Ketika ada wadirut pasti ada kebutuhan, dimana aturan yang membutuhkan wadirut bagi Pertamina. Ini yang harus dijelaskan oleh Kementerian BUMN,” kata Inas dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian BUMN dan Pertamina, Kamis (23/2).

Kementerian BUMN selama ini mengklaim pengangkatan wadirut Pertamina bertujuan untuk mempermudah akselerasi Pertamina dalam mengembangkan bisnisnya yang semakin besar.

Edwin Hidyaat Abdullah, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata, Kementerian BUMN, menyatakan pengangkatan wadirut berawal dari target Pertamina yang tidak hanya ingin menjadi perusahaan di industri minyak dan gas, namun juga sebagai perusahaan yang menyediakan semua jenis energi (energy company).

Terlebih lagi muncul regulasi yang mewajibkan Pertamina untuk meningkatkan pembangunan dan kapasitas kilang, dimana semua proyek dikontrol dalam satu direktorat pengolahan.

“Jadi kita lihat direktur pengolahan kaya jadi super direktur dengan nilai investasi luar biasa besar. Sementara SVP bisa memegang proyek ratusan triliun ini tidak sehat,” katanya.

Untuk itu ditunjuk Accenture oleh pemerintah sebagai konsultan independen dalam rangka memberikan kajian terkait rencana pengembangan seluruh lapisan dan divisi kerja Pertamina.

Konsultan tersebut kata Edwin menyampaikan bahwa dibutuhkannya posisi baru yang dapat dijadikan sebagai koordinator peningkatan integrasi sektor pengolahan dan pemasaran yang selama dianggap masih lemah rantai koordinasinya.

“Ada posisi direktur yg diatas pemasaran dan pengolahan disebutnya COO atau Chief Operating Officer mengkoordinir dua pos dibawahnya. Kita interpretasi sebagai wadirut karena bertanggung jawab pada daily operational. Secara fungsi sama tapi penamaannya saja yang berbeda,” ungkap Edwin.

Namun demikian dalam perjalanannya posisi wadirut yang dijabat oleh Ahmad Bambang justru bertabrakan dengan Dwi Soetjipto sebagai dirut. Pemerintah dan dewan komisaris kompak mengatakan tidak ada kecocokan personal antar kedua pihak sehingga menghambat berbagai kegiatan operasional Pertamina.

Menurut Azam Asman Natawijana, Anggota Komisi VI, penyebab dari kisruh dalam tubuh Pertamina berawal dari posisi wadirut yang diberikan kewenangan begitu besar dan bukan masalah personal seperti yang diinformasikan oleh pemerintah. Padahal pihak konsultan tidak pernah merekomendasikan adanya wadirut dalam organisasi Pertamina.

“Mereka saja kaget saat ada penunjukan wadirut. Anehnya lagi rekomendasi keluar pagi, siangnya sudah ada penunjukan wadirut, ini yang mau kita lihat dimana urgensinya,” tandas Azam.(RI)