JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN hingga kini tak kunjung membayar transaksi akuisisi saham PT Pertamina Gas (Pertagas). Padahal sesuai Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) PGN harus membayar sebagian nilai akuisisi pada 29 September 2018. Total nilai akuisisi 51% saham Pertagas mencapai Rp16,6 triliun.

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengatakan ada proses akhir sebelum transaksi akuisisi direalisasikan, yaitu persetujuan pemegang saham. Hanya persetujuan pemegang saham tidak perlu melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Saya janji sampai November selesai. Sekarang lagi minta persetujuan pemegang saham,” kata Gigih di Jakarta, Selasa (16/10).

Saat 56,9% saham PGN dikuasai PT Pertamina (Persero) yang juga untuk usaha Pertagas. Sisanya, 43,1% saham dikuasai publik melalui Bursa Efek Indonesia.

Menurut Gigih, mekanisme pembayaran 51% saham Pertagas masih mempertahankan mekanisme yang sudah disepakati, yakni pembayaran dalam dua tahap. Untuk tahap pertama dilakukan tahun ini. Sisanya, ditargetkan rampung pada 2019.

“Iya (dua tahap). Kalau sudah dapat approval, tinggal bayar saja,” tukas Gigih.

Akuisisi Pertagas oleh PGN adalah langkah yang ditempuh oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mewujudkan pembentukan holding BUMN migas.

Gigih sebelumnya juga memproyeksikan dengan terbentuknya holding BUMN migas maka kemampuan PGN akan semakin besar, terutama dari sisi investasi infrastruktur gas di level midstream dan downstream.

Efisiensi dari sisi belanja modal (capital expenditure/capex) dipastikan akan menjadi salah satu target yang harus diwujudkan dari sinergi PGN dan Pertagas. Selama bertahun-tahun pemborosan capex terjadi saat PGN dan Pertagas masih berjalan sendiri-sendiri dan masing-masing menyiapkan investasi dalam satu wilayah yang sama.

“Kalau integrasi dan akuisisi harus ada value added-nya. Mudah-mudahan bisa kelihatan, dari sisi pendapatan dan revenue sales gas juga,” tandas Gigih.(RI)