JAKARTA –  Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kembali mempertimbangkan operator eksisting untuk mengelola blok minyak dan gas yang habis kontrak (terminasi) dinilai tidak sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang menghendaki dan menginginkan kedaulatan dan kemandirian energi.

Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada,  menegaskan jika benar pemerintah melalui Direktorat   Migas Kementerian ESDM mengharuskan PT Pertamina (Persero)  dan Vico Indonesia mempresentasikan rencana kerja sebagai dasar penentuan untuk menjadi operator Blok Sanga Sanga pasca Agustus 2018, maka hal itu menjadi tidak adil.

“Kewenangan pengelolaan Sanga Sanga kan sudah diserahkan ke Pertamina,” ujar Fahmy kepada Dunia Energi, Kamis (26/10).

Pemerintah pada Januari 2017 telah memutuskan untuk menugaskan pengelolaan delapan blok migas terminasi ke Pertamina. Delapan blok tersebut adalah South East Sumatera (SES) di Sumatera Selatan, East Kalimantan di Kalimantan Timur, Attaka di tengah laut Kalimantan Timur, Blok Tengah di Kalimantan Timur, Blok North Sumatera Offshore (NSO) di Sumatera Utara, Blok Ogan Komering di Sumatera Selatan, Blok Sanga Sanga di Kalimantan Timur serta Blok Tuban Jawa Timur.

Setelah dievaluasi,  Pertamina telah menyatakan akan mengembalikan dua blok yaitu Blok Attaka dan East Kalimantan karena alasan keekonomian. Enam blok lainnya tetap akan dikelola.

Bahkan Pertamina telah menyerahkan proposal pengelolaan kepada pemerintah dan saat ini hanya tinggal menanti jawaban atau keputusan dari pemerintah.

Namun ditengah jalan ternyata pemerintah justru menerima proposal dari Vico Indonesia yang menyatakan berminat  memperpanjang kontrak di Blok Sanga Sanga. Bahkan pemerintah telah memanggil  Vico untuk melakukan presentasi terhadap rencana kerja pengelolaan Blok Sanga Sanga.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengungkapkan Pertamina telah mengajukan proposal teknis pengelolaan kepada pemerintah beberapa bulan lalu.

“Dan berdasarkan proposal kita terbit surat bahwa wilayah kerja – wilayah kerja tersebut diberikan ke Pertamina untuk dikelola pasca terminasi. Saat ini pun kita sedang menunggu untuk pembahasan lebih lanjut kata,” kata Syamsu.

Menurut Fahmy, jika ingin ikut mengelola Blok Sanga Sanga,  Vico seharusnya mengajukan pengelolaan ke Pertamina secara business to business bukan lagi ke pemerintah.

“Karena pemerintah sudah menyerahkan pengelolaan Sanga Sanga kepada Pertamina,” tegas Fahmy.

Jika Pertamina memutuskan akan menggandeng partner untuk mengelola Sanga Sanga, paling tidak harus memenuhi beberapa syarat. Pertama penyertaan yang diberikan kepada kontraktor eksisting maksimal 49%, sehingga Pertamina tetap menjadi pemegang saham mayoritas.

Selain itu, Vico harus menyetorkan dana segar, baik untuk divestasi saham, maupun tambahan dana operasional perusahaan nantinya yang dibutuhkan secara proporsional.

“Dan yang terpenting adalah Pertamina harus bertindak sebagai operator Sanga Sanga sehingga Pertamina pengendali pengelolaan di sana,” kata Fahmy.

Ego Syahrial, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM saat dikonfirmasi mengatakan kelanjutan keputusan terkait blok terminasi akan segera diumumkan pemerintah.

“Besok dijelaskan semuanya, bersama SKK Migas juga,” kata Ego, Kamis.

Tunggal,  Ditrektur Pembinaan Hulu Ditjen Migas Kementerian ESDM, sebelumnya mengatakan pemerintah telah memanggil para pihak yang berminat untuk mengelola Blok Sanga Sanga, yakni Pertamina dan Vico Indonesia (kontraktor eksisting) dan CNOOC untuk Blok SES guna mempresentasikan rencana pengembangan di kedua blok tersebut. Saat ini proses penilaian telah dimulai dan kemudian akan ditentukan siapa yang berhak mengelola kedua Blok tersebut.

“Belum tentu (Pertamina). Penugasan memang ada, tapi kita bicara term and condition masing-masing,” kata dia.

Selain Sanga Sanga, Blok SES juga belum tentu akan dikelola secara langsung oleh Pertamina karena CNOOC perusahaan asal China operator eksisting juga berminat.(RI)