JAKARTA – Program Carbon Capture Storage (CCS) yang saat ini tengah didorong pemerintah dan para pelaku usaha ternyata bisa diimplementasikan di wilayah ex PT Arun NGL yang sekarang dikelola oleh PT Perta Arun Gas (PAG). Fasilitas di Arun yang dibangun puluhan tahun lalu sudah sangat mumpuni untuk proyek CCS.

Bara Ilmarosa, Direktur Utama PAG, menyatakan dengan adanya potensi tambahan gas dari blok Andaman bakal mengubah peta suplai gas nasional. Selain itu adanya pasokan gas juga akan menambah variasi bisnis PAG ke depan.

“Dengan adanya Andaman maka Arun akan menjadi producer kembali. Ke depan pada saat kami masuk ke blue energy, kami akan kembangkan CO2 liquid hub baik dari dalam maupun luar negeri. Akan kami simpan dan diinjeksikan ke reservoir di Aceh yang sangat besar, eks ExxonMobil, ini potensi menjadi CO2 storage.  Ke depan ini menjadi bisnis tambahan PAG,” kata Bara dalam sesi DETalk bertema Strengthening Indonesia as a Global LNG and LPG Player yang digelar oleh Dunia Energi, Selasa (31/10).

Bara menjelaskan bahwa reservoir di Aceh sangat besar dan sudah teruji dan wilayah Arun yang dikelola PAG akan jadi pusat pengembangan energi baru berupa Hidrogen.

Blue energy , sangat menarik, masa depan Indonesia. Di aceh ada reservoir yang sangat besar. PAG akan kembangkan blue energy. Kita kerjasama dengan perusahaan di AS, akan bawa LNG ke Arun di regasifikasi akan dibuat hidrogen lalu diinjeksikan ke reservoir sehingga bisa menjadi blue hydrogen,” ungkap dia.

Bisnis CCS ini bakal makin berkembang saat sudah ada regulasi yang mengatur aturan main lebih lanjut tentang bisnis carbon capture.

Menurut Bara apabila nanti sudah ada regulasi bordercross, maka Arun adalah CCS yang paling siap di indonesia karena sudah biasa lakukan injeksi gas ke dalam bumi.

“Pertama kali tahun 79-85 untuk dorong produksi kondensat. Sudah dilakuan sejak jaman Arun NGL. Intinya PAG sangat siap support transisi energi menuju energi baru terbarukan,” tegas Bara.

Saat ini fasilitas gas di Arun adalah satu dari empat fasilitas pengolahan gas besar di tanah air selain di Bontang, Tangguh dan Donggi.

PAG sendiri memang berkomitmen untuk mendukung percepatan monetisasi gas diantaranya melalui enam LNG train dengan kapasitas 12,5 MTPA. Fasilitas pengolahan kondensat dengan kapastias 20 ribu barel per hari (BPH). Kemudian ada tangki LNG berkapasitas 646 ribu M3, ada LPG train berkapasita 1,4 MTPA. Lalu ada empat tangki kondensat berkapasitas 2,12 juta barel dan  akan dijadikan kondensat hub ke depannya. Dua sudah digunakan oleh domestik. Kemudian ada dua jetty LNG dan satu jetty LPG.

PAG telah berubah menjadi salah satu fasilitas LNG paling aktif. Apalagi ke depan pasar LNG diproyeksi akan mengalami over supply.

“PAG dapat menyediakan infrastruktur untuk menerima dan menyalurkan LNG dari sumber domestik dan internasional untuk memenuhi kebutuhan gas baik on-grid users melalui pipe line ke sumatera dan jawa atau off-grids users di Indonesia timur seperti ke smelter nikel dan lainnya melalui virtual pipeline (LNG),” ujar Bara.

Jika potensi temuan gas di Andaman bisa terbukti maka fasilitas LNG di Arun akan semakin sibuk karena gas bisa diolah di sana untuk selanjutnya dialirkan melalui pipa yang sudah terbangun serta diangkut dalam bentuk LNG. “Gas Andaman bisa kita jadikan sebagai LNG nah LNG di sini bisa untuk ekspor maupun kebutuhan dalam negeri jadi kita bisa manfaatkan LNG mensupply daerah yang off-grid gas, yang nggak terhubung jaringan pipa, tapi dengan virtual pipeline dengan menggunakan distribusi transportasi laut dan vessel,” jelas Bara.

Sementara itu, Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan proyeksi meningkatnya penggunaan gas diakibatkan oleh tren penggunaan energi yang lebih bersih. Gas selama ini dianggap jauh lebih rendah emisi dari pada bahan bakae fosil lainnya. Jadi wajar jika fasilitas pengolahan gas yang ada akan sangat diandalkan di masa yang akan datang.

“Selain itu pengembangan hilirisasi ke industri-industri yang ke depan itu menjadi industri tulang punggung negara kita adalah industri maju yang membutuhkan gas nggak hanya sebagai energi tapi gas sebagai feedstock,” ujar Tutuka.

Dia menyatakan ada beberapa faktor dalam peningkatan monetisasi gas diantaranya dari sisi penyerapan gas serta dari sisi infrastruktur.

Menurut Tutuka, ke depan ekosistem gas harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga potensi yang ada bisa dioptimalkan. “Dari hulu masuk ke transportasi bentuknya pipa, CNG dan LNG sesuai permintaan,” kata Tutuka.

Selama ini industri bersama dengan pembangkit listrik menjadi konsumen terbesar gas di dalam negeri. Pemerintah kini juga tengah mendorong agar konsumen rumah tangga juga bertambah melalui pembangunan Jaringan Gas (Jargas).

Dalam meningkatkan pemanfaatan gas tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan infrastruktur. Dengan kondisi geografis yang dimiliki Indonesia maka salah satu pilihan untuk kembangkan potensi gas yang ada dengan memanfaatkan fasilitas LNG yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

“Sebagai contoh manufaktur atau pabrik apa yang akan dibangun untuk menyerap produksi gas yang baru, itu artinya kita sudah mempunyai demand yang merupakan upaya peningkatan kemampuan dalam negeri juga. baik dari segi pengelolaan pembangunan dan SDM, teknologi juga kita sebut sebagai downstreaming hilirisasi terkoneksi hulu pemasok dan hilir,” jelas Tutuka. (RI)