JAKARTA – WALHI menilai Indonesia sebagai negara dengan risiko bencana tinggi. Belum lagi kurang disiplinnya petugas dalam kasus penemuan limbah radioaktif di Perumahan BATAN membuat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sama saja menyalakan bom waktu.

Dwi Sawung, Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi WALHI, mengatakan kasus dibuangnya limbah radioaktif oleh pegawai BATAN di perumahan BATAN Indah, Tangerang Selatan, menunjukkan masih adanya kelalaian dan dibiarkan bertahun-tahun tanpa hukuman yang tegas.

“Kemudahan dan percepatan perizinan PLTN yang tercakup dalam Omnibus Law juga menjadi kekhawatiran tersendiri di tengah tidak tepatnya pembangunan PLTN untuk kebutuhan energi Indonesia,” kata Dwi dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (11/3)

Satrio Swandiko, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, menambahkan Indonesia jelas membutuhkan energi yang murah. Apabila dibandingkan dengan teknologi lain, investasi pembangkit nuklir merupakan salah satu yang terbesar.

“Apabila dibandingkan dengan beberapa teknologi lain, dengan biaya investasi awal (dalam bentuk overnight capital cost) sebesar US$ 6.317/kW dan biaya operasi dan maintenance sebesar US$ 121,13/kW, PLTN termasuk dalam kategori yang tertinggi,” ungkap Satrio.

Satrio mengatakan saat ini di Indonesia PLTN dengan teknologi Molten Salt Reactor (MSR) dengan bahan bakar thorium sebesar 500 MW rencananya akan dibangun oleh Thorcon International, perusahaan energi nuklir asal Amerika Serikat. Thorcon juga telah menanamkan investasinya dalam proyek tersebut sebesar Rp17 triliun. “Ini adalah perjudian dengan risiko kerugian yang sangat besar, teknologi ini belum teruji untuk bisa beroperasi secara komersial di belahan dunia manapun,” tandas Satrio.(RA)