JAKARTA – Setelah beberapa tahun sempat lesu, PT Pertamina (Persero) akan kembali aktif berekspansi sebagai upaya pencarian minyak di luar negeri. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak perseroan.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan jika hanya fokus di dalam negeri, produksi minyak Pertamina akan sulit bertambah. Apalagi dalam jangka waktu pendek, investasi di sektor hulu baru akan dirasakan beberapa tahun mendatang. Untuk itu alternatif lain adalah dengan mencari sumber produksi lainnya, yakni dari pengelolaan lapangan di luar negeri.

“Kami mungkin selain dalam negeri akan fokus ke luar negeri. Produksi dalam negeri kan tidak bertambah, tapi kalau luar negeri ada tambahan,” kata Nicke saat ditemui disela Pertamina Digital Expo 2019 di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, Kamis (29/8).

Pertamina saat ini sudah memiliki hak partisipasi atas sejumlah blok migas di luar negeri yang dikelola oleh anak usahanya, PT Pertamina Internasional EP (PIEP). Saat ini PIEP beroperasi di 12 negara, diantaranya Irak, Aljazair (sebagai operator), Malaysia, Kanada, Kolombia, Perancis, Gabon, Italia, Myanmar, Namibia, Nigeria dan Tanzania.

Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina, menambahkan manajemen dalam ekspansi ke luar negeri akan fokus ke wilayah eksisting dan sudah berproduksi. “Kami lebih pada blok yang close to production atau on production. Kalau eksplorasi, kami lebih prefer di dalam. Jadi kan kan sudah incumbency di Aljazair dan Malaysia, itu kami kembangkan. Kami juga mencari opportunity di tempat lain, termasuk di Afrika,” ungkap Dharmawan.

Pertamina bisa memiliki keleluasaan untuk melakukan optmilasiasi aset jika menguasai hak partisipasi di suatu blok. Manajemen akan mulai menghitung keekonomian dan mengkaji manajemen risiko untuk menentukan berapa besar hak partisipasi (Participating Interest) untuk mendukung rencana tersebut.

“Ada perhitungannya, sebaiknya kami mengambil di tingkat berapa persen. Operator atau non operator itu berdasarkan analisa keekonomian dan risiko dari masing-masing proyek. Kan beda-beda danĀ  compliance governance harus ditingkatkan,” kata Dharmawan.

Dalam buku nota keuangan Rancangan Anggaran Penerimaan Belanja Negara (RAPBN) 2019, pemerintah memberikan penugasan baru kepada Pertamina untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri. Bahkan pemerintah memperbolehkan Pertamina mengakuisisi perusahaan minyak yang secara finansial kurang sehat, namun memiliki cadangan minyak tinggi. Perusahaan tersebut bisa diakuisisi dengan harga murah dan tidak membebani APBN, yang kemudian disehatkan melalui kebijakan korporasi tertentu.

Terobosan kebijakan tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi migas sekaligus menekan angka impor BBM yang bermuara pada penciptaan surplus transaksi berjalan secara bertahap.

Menurut Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ketika ekspansi sudah dilakukan masif maka Pertamina seharusnya bisa langsung membawa minyak tersebut ke Indonesia, sehingga bisa ikut menekan defisit neraca perdagangan. Untuk itu minyak yang diproduksi di aset milik Pertamina dan di bawah ke tanah air diminta untuk tidak lagi tercatat sebagai impor.

“Minyak-minyak itu sebetulnya punya kita. Kami berharap kalau ambil minyak itu dari luar, jangan dicatat sebagai impor tapi benar-benar dicatat sebagai milik Pertamina. jadi produk kita. Jadi devisa kita tidak terkena karena sebetulnya itu milik Pertamina,” kata Rini.

Dalam aturan saat ini setiap minyak yang dibawa ke Indonesia dianggap sebagai impor. Padahal PIEP saja pada tahun ini menargetkan bisa membawa minyak sebesar delapan juta barel minyak.(RI)