JAKARTA- Keinginan Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang meminta dan memerintahkan direksi PT Pertamina (Persero) menyiapkan subholding perusahaan melantai di bursa efek lewat skema penawaran umum saham (initial public offering/IPO) kembali mendapatkan perlawanan Serikat Pekerja. Kali ini, keberatan datang dari Serikat Pekerja Pertamina EP (SPPEP), karena PT Pertamina EP adalah upstream subholding Pertamina yang menjadi salah satu kontributor terbesar laba bersih ke induk usaha selama tiga tahun berturut, selain PT Pertamina EP Cepu.

Tata Musthafa, Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina EP (SPPEP), menyatakan SPPEP mendukung langkah yang dilakukan Serikat Pekerja di lingkugan Pertamina dalam upaya menolak rencana sistematis privatisasi unit-unit bisnis Pertamina. Apalagi privatisasi tersebut dilakukan dengan pelepasan aset negara dengan pembentukan holding dan subholding serta pelepasan aset negara melalui skema IPO.

“Langah ini perlu dlakukan untuk menjaga kedaulatan energi negeri dan upaya penyelamatan Pertamina untuk kepentingan rakyat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Tata dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia Energi, Kamis (18/8).

Menurut Tata, rencana restrukurisasi dengan pelepasan aset negara melalui skema IPO upstream subholding merupakan upaya privatisasi. Hal tersebut tidak tepat karena dapat berpotensi pada berkurangnya pemasukan negara dari sektor migas.

“Ditambah lagi, Petamina EP merupakan pengelola dan aset-aset operasional yang bersatus barang milik negara di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan,” katanya.

Tata juga menyebutkan Pertamina EP adalah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) SK Migas yang memiliki wilayah kerja yang tersebar di seluruh Indonesia. Belum pula pembiayannya dilakukan melalui pengembalian biaya operasi (cost recovery) oleh negara.

Kinerja Pertamina EP saat ini dalam tren yang positif. Hingga saat ini, Pertamina EP merupakan penyumbang laba terbesar kedua sebagai anak usaha Pertamina, di bawah Pertamina EP Cepu.

Dalam catatan Dunia Energi, selama 2017-2019, di bawah kepemimpinan Direktur Utama Nanang Abdul Manaf, Pertamina EP membukukan pendapatan berturut-turut US$2,77 miliar, US$3,16 miliar, dan US$3,03 miliar. Jika ditotal selama periode tiga tahun tersebut, pendapatan perseroan mencapai 8,96 miliar dolar AS. Dengan rata-rata kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.925 dalam tiga tahun terakhir, total pendapatan perusahaan selama tiga tahun adalah Rp124,82 triliun.

Kecuali itu, Pertamina EP juga memberi kontribusi laba bersih (net income) yang positif ke induk usaha, yaitu sebesar total US$2,02 miliar atau sekitar Rp28,24 triliun sepanjang tiga tahun terakhir. Raihan laba bersih perusahaan tersebut berasal dari perolehan laba bersih 2017 sebesar US$615 juta, tahun 2018 senilai US$756 juta, dan 2019 yang mencapai US$654 juta.

“Dengan (kinerja yang rancak) demikian, tidak seharusnya Pertamina EP menjadi bagian dari upstream subholding melainkan tetap menjadi anak usaha Pertamina,” ujar Tata.

SPPEP mendorong Pertamina untuk memberikan penjelasan terkait straegi Petamina EP dalam menjaga operasional perusahaan pascaimplementasi holding dan subholding. (DR)