JAKARTA – Penurunan produksi blok migas terminasi  medio 2017 – 2018 yang diserahkan dan  dikelola PT Pertamina (Persero) dinilai wajar karena kondisi sumur yang sudah tua.

Fatar Yani Abdurrahman, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan pada dasarnya penurunan produksi secara alami sudah diprediksi jauh hari. Ini tidak lepas dari kondisi sumur-sumur di blok terminasi yang tua dan rata-rata decline rate mencapai 4%.

“Ya memang turun harusnya. persennya rata-rata decliningnya 4%,” kata Fatar ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (6/5).

Fatar mengatakan untuk sisa waktu tahun in, SKK Migas bersama Pertamina akan fokus menjaga decline rate tersebut agar tidak terus tinggi dan diupayakan akan terus ditekan. Dengan begitu target Anggaran Pendapatan Belanja Negara bisa dikejar.

“Declining rate-nya musti diperkecil. Kita kan punya target APBN juga tinggi, tinggal ngejar itu,” ujarnya.

Salah satu blok yang mendapatkan perhatian khusus karena penurunan produksi yang relatif besar adalah Blok Mahakam. Blok tersebut dikelola Pertamina sejak 1 Januari 2018.

Hingga akhir Maret 2019, produksi gas dari Mahakam tercatat hanya sebesar 726 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Berdasarkan catatan SKK Migas, untuk performa produksi gas belum cukup baik di mana sudah terdapat gap sekitar 60 MMSCFD dari realisasi akhir 2018 yang terbawa ke 2019.

Selain Mahakam,  Fatar tidak membeberkan data produksi migas blok terminasi lainnya.  Selain Mahakam ada beberapa blok terminasi yang dikelola Pertamina, yakni Blok Sanga Sanga, East Kalimantan dan Attaka yang menjadi blok Kalimantan Timur. Serta Blok Southeast Sumatra, Tuban East Java, Ogan Komering, NSO dan NSB.

Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan realisasi produksi di blok migas yang dikelola Pertamina bervariasi. Namun jika dilihat secara keseluruhan realisasi produksi masih sesuai dengan proyeksi korporat.

“Ada yang di bawah target ada yang di atas. Sesuai on track,” tukasnya.

Produksi gas kata Dharmawan menghadapi tantangan lebih berat lantaran masih terkait dengan masalah pembeli gas. Selain itu juga harus dilakukan perawatan fasilitas produksi sehingga berdampak pada produksi.

Challenge di gas. Kebanyakan karena di offtake bukan di well-nya. Ada maintenance di sana dan di sini, itu kami tidak bisa sales. Itu normal di sales,” kata Dharmawan.(RI)