JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih menunggu komitmen dari calon pembeli gas Masela. Saat ini tim khusus pemasaran gas Masela yang dibentuk SKK Migas masih terus menjajaki penjualan gas dengan beberapa calon pembeli potensial.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas,  mengatakan hampir setengah dari total kapasitas produksi gas Blok Masela sudah memiliki calon pembeli. Saat ini SKK Migas sedang mendorong agar para calon pembeli menandatangani Letter of Intent (LOI).

“Sekarang barang kali at least 40%-50% sudah ada (calon pembeli gas) yang berkomitmen dari 9,5 Million Ton Per Annum (MTPA). Berikutnya gas pipa, gas pipa yang minat untuk yang bangun petrochemical di sana juga sudah ada,” kata Dwi ditemui di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (19/12).

Beberapa pihak yang sudah jelas menyatakan akan membeli gas Masela diantaranya adalah PT PLN (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk serta calon pembeli dari luar negeri yakni Tokyo Gas dari Jepang.

Khusus untuk PLN masih harus menunggu Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2020.

“Kami sudah dapat gambaran dari PLN, PLN mungkin 2-3 juta ton per tahun (Million Ton Per Annum /MTPA). Hanya PLN masih menunggu RUPTL dan nanti persetujuan RUPTL ke depan. Kemudian dari LNG Tokyo, Japan Corporation (Tokyo Gas) juga sedang menyiapkan,” ungkap Dwi.

Dalam Plan of Development (PoD) blok Masela total kapasitas produksi untuk LNG mencapai 9,5 MTPA. Sementara untuk gas pipanya mencapai 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

SKK Migas masih belum membicarakan harga dengan para calon pembeli melainkan baru membahas kepastian volume gas yang akan diserap.

Menurut Dwi, harga gas saat ini sedang rendah lantaran pasokan LNG yang tengah membanjiri pasaran.

“Memang yang menjadi masalah bahwa belakangan ini suplai gas dunia berlebih, cukup banyak. Ini yang menjadi tantangan, jadi kami belum berbicara harga, tapi bicara masalah volume karena memang harga nanti market,” ujar Dwi.

Pemerintah akan lebih giat memasarkan gas Masela ke dalam negeri. Jika sudah tidak ada potensi pembeli baru gasnya akan dipasarkan ke calon pembeli lainnya yang berasal dari luar negeri. Dwi menegaskan porsi gas Masela untuk domestik diharapkan lebih besar ketimbang luar negeri. Apalagi jika lihat neraca gas yang memproyeksi akan terjadi kekurangan pasokan gas untuk dalam negeri pada sekitar tahun 2027 yang menjadi tahun rampungnya proyek Masela.

“Diutamakan dalam negeri. Kalau dalam negeri tidak ada yang mengambil lagi, maka itu ke luar negeri. Tapi kalau kita lihat gas balance, kemungkinan decline dari eksisting, nanti sampe 2027 gas pipa untuk petrochemical di sana, kami sudah menghitung maka kira-kira 60% untuk dalam negeri dan ekspor 40%,” kata Dwi.(RI)