JAKARTA – Setelah sekitar lebih dari satu tahun dipromosikan akhirnya fleksiibilitas penggunaan data migas mendapatkan respon. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan EOG Resources,  perusahaan migas nonkonvensional  asal Amerika Serikat mengajukan keanggotaan data migas Indonesia sehingga bisa melihat data-data potensi migas nasional.

“Keberhasilan menggaet investor baru ke tanah air menunjukkan bahwa potensi migas Indonesia dinilai masih sangat menarik,” kata Jaffee Arizon Suardin, Deputi Perencanaan SKK Migas, Rabu (9//9).

Jaffee menjelaskan, masuknya EOG merupakan salah satu respon dari roadshow SKK Migas ke beberapa negara, termasuk Amerika pada 2019 lalu. EOG adalah perusahaan yang cukup berpengalaman dan dari sisi kemampuan kinerja operasi dan finansial sudah teruji karena sudah tercatat berada di peringkat ke 186 dari Fortune 500 pada tahun ini.

Berdasarkan data dari EOG, pada tahun lalu, perusahaan migas itu membukukan produksi minyak sebesar 166,6 juta barel, natural gas liquids (NGL) atau gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG) dan sejenisnya 48,9 juta barel, dan gas alam 499 miliar kaki kubik (BCF)

“Hasil roadshow SKK Migas ditanggapi positif oleh EOG Resources, perusahaan yang tercatat berada di peringkat ke 186 dari Fortune 500 pada tahun ini dengan total produksi minyak 456 ribu barel per hari (bph), NGL 134 ribu bph, dan gas 1.366 MMscfd,” ungkap Jaffee.

Menurut Jaffee, pada Juli 2019, perwakilan  EOG Resources melakukan kunjungan ke SKK Migas selama dua minggu untuk membahas lebih detil langkah-langkah yang akan dilakukan guna memutuskan investasi di Indonesia. Hingga Desember, SKK Migas  bersama Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi serta Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan kajian singkat regional migas nonkonvensional.

“Kami menemukan indikasi awal yang baik terkait potensi migas nonkonvensional di Indonesia,” kata dia.

SKK Migas sebelumnya telah memetakan sepuluh area potensial giant discovery. Kesepuluh area ini yakni Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Tarakan Offshore, North East Java-Makassar Strait, Kutai Offshore, Buton Offshore, Northern Papua, Bird Body Papua, dan Warim Papua.

EOG merupakan perusahaan migas yang banyak bermain dalam pengembangan blok nonkonvensional termasuk shale gas. Pengembangan blok nonkonvensional di Indonesia sendiri memang belum menggemnirakan. Pada 2017, dari lima blok migas yang ditawarkan tidak ada satupun yang diminati kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Hal itu berlanjut pada 2018 dimana kembali tidak ada blok non konvensional ditawar oleh kontraktor. Pemerintah menyadari bahwa blok nonkonvensional belum menjadi prioritas pengembangan.

Pertamina sendiri yang sebelumnya diandalkan untuk bisa mengembangkan blok-blok tersebut justru mengembalikannya kepada pemerintah.  Sampai saat ini blok nonkonvensional hanya baru sebatas kegiatan eksplorasi.(RI)