JAKARTA – Industri hulu migas Indonesia kembali harus mendapatkan perhatian. Apalagi di negara lain masa keterpurukan yang diakibatkan anjloknya harga minyak dunia sudah berakhir dan industri migas kembali menggeliat mulai 2017. Namun di Indonesia, kegiatan industri hulu migas tidak terlalu meningkat signifikan.

Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, mengatakan kunci utama yang perlu menjadi perhatian untuk menghadirkan investasi hulu migas adalah meningkatkan kualitas regulasi berdaya saing global. “Mungkin kita telah banyak melakukan deregulasi, tapi mungkin juga belum kompetitif. Nah, bagaimana dapat menarik eksplorasi, salah satunya fleksibilitas lebih ditingkatkan. Dampak eksplorasi yang paling konkret adalah ketahanan energi itu sendiri,” kata Pri Agung di Jakarta, baru-baru ini.

Pemerintah dinilai harus lebih membuka diri kepada investor agar mereka berminat melakukan eksplorasi. Salah satu cara, bisa dengan memberikan opsi skema kontrak yang ada.

“Harusnya kita membuka ruang, tidak terpaku pada pola lama. Misalnya, Production Sharing Contract (PSC) konvensional diterapkan, antara eksplorasi dan eksploitasi bisa menjadi kesatuan ataupun dipisah. Esensinya kita harus berani keluar dari pola yang sudah dijalankan
saja,” kata Pri Agung.

Pemerintah juga diharapkan tidak banyak menghasilkan kebijakan yang justru berpotensi mengganggu kesepakatan kontrak yang disepakati sebelumnya. Selain itu, dalam menerbitkan kebijakan, pemerintah perlu memperhatikan apakah hal tersebut akan menarik bagi investor atau justru sebaliknya. Dalam laporan kinerja Ditjen Migas 2018, pemerintah mengakui bahwa faktor internal yang mempengaruhi realisasi penandatanganan wilayah kerja migas adalah faktor terms and conditions yang dinilai kurang menarik.

Tumbur Parlindungan, Praktisi Migas yang juga mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA) mengatakan investor migas juga membutuhkan contract sanctity atau pengakuan terhadap kesucian kontrak yang disepakati sebelumnya.

Contract sanctity, itu yang paling utama. Investasi migas bersifat puluhan tahun maka investor tidak bisa melakukan evaluasi kalau kontraknya dapat berubah-ubah setiap saat. Itu list teratas permasalahan,” kata Tumbur.(RI)