JAKARTA – Renewable Energy (RE) 50/50 merupakan upaya Indonesia memenuhi target menuju net zero pada 2050 dengan 50% energi terbarukan. Inisiatif ini akan diusulkan Indonesia pada pertemuan G20 pada 2022 mendatang untuk dapat menurunkan emisi karbon menuju net zero pada 2050 dengan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan.

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan RE 50/50 adalah upaya Indonesia memenuhi target menuju net zero pada 2050 dengan 50% energi terbarukan. Sumber energi terbarukan yang akan dipenuhi adalah dari sumber energi terbarukan termasuk energi baru dari sumber energi terbarukan.

“Energi baru dari sumber energi terbarukan seperti batu bara tercairkan, gas metana batu bara, batu bara tergaskan, nuklir, hidrogen,” ujar Surya Darma dalam acara Bincang-Bincang METI yang memahas tema ‘Energy Transition Scenario Toward Net Zero Emission’ baru-baru ini.

Surya Darma mengatakan inisiatif yang diusulkan Indonesia pada pertemuan G20 2022, untuk dapat menurunkan emisi karbon menuju net zero pada 2050 dengan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan (VRE), akan mendorong adanya upaya pengurangan subsidi, memberikan kompensasi pada pengembangan energi terbarukan, membentuk otoritas khusus mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Serta adanya kerangka regulasi yang jelas mendukung pengembangan.

Menurut Surya Darma, langkah tersebut dapat dilakukan dengan kajian keberadaan subsidi yang menyebabkan tidak berkembangnya energi terbarukan dan terhambatnya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), membuat roadmap transisi energi menuju net zero pada 2050, penggalangan dana yang massif untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, promosi yang intensif, kajian adanya BUMN khusus energi terbarukan.

Strategi yang dapat dilakukan demi mendukung langkah tersebut antara lain PLTD 0% mulai 2030, tidak ada lagi pengembangan PLTU batu bara baru dan yang sudah beroperasi capacity factor di cap 50% mulai 2030, PLTGU tetap dikembangkan hingga 2040 dan setelah itu tidak ada PLTGU baru, PLTU batu bara yang saat ini sudah beroperasi harus co-firing minimal 5% hingga PPA berakhir, biomas untuk co-firing berasal dari limbah pertanian/sampah perkotaan atau hutan energi yang dikelola secara sustainable, mengandalkan energi setempat yang bersumber dari energi terbarukan seperti PLTA, PLTP, sebagai baseload,

“Dalam hal ini misalnya yang di Aceh tidak perlu ada listrik dari Sumatera bagian Selatan, tapi fokus pada pemanfaatan PLTA/PLTP, PLTBm/PLTBg/PLTS/PLTB yang ada di Aceh,” ungkap Surya Darma.

Strategi lainnya adalah penerapan carbon pricing (perdagangan karbon, pungutan karbon), energi terbarukan aebagai prioritas dalam merit order, pengembangan smart grid dan perbaikan grid untuk dapat menerima VRE lebih besar. “Serta pengembangan kawasan ekonomi dan Industri mengutamakan energi terbarukan (REBED/REBID),” kata Surya Darma.(RA)