JAKARTA – Premier Oil melepas 50% hak partisipasi (Participating Interest/PI) Blok Tuna Kepulauan Natuna kepada ZN Asia LTd, anak usaha dari Zarubezhneft, badan usaha negara milik Pemerintah Federasi Rusia. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menilai masuknya mitra baru bagi Premier Oil di Blok Tuna menunjukan industri migas Indonesia masih memiliki prospek bagus.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan masuknya investor BUMN Rusia ke Indonesia menunjukkan bahwa iklim investasi di bidang usaha hulu migas di Indonesia masih menarik dan prospektif. Meskipun secara global terjadi penurunan investasi rata-rata sekitar 30% karena wabah Covid-19 yang menyebabkan turunnya konsumsi migas.

“Kita patut bersyukur, investasi di Indonesia relatif lebih baik dengan penurunan investasi di Indonesia diperkirakan hanya sekitar 18%,” kata Dwi,, Jumat (23/10).

SKK Migas, kata Dwi, menyambut baik langkah Premier Oil yang berhasil menggandeng partner dari Rusia. Hal ini tentu semakin memperkecil risiko investasi dan meningkatkan keberhasilan pengelolaan Blok Tuna melalui sinergi dan kolaborasi keunggulan masing-masing pihak.

“Kami yakin Blok Tuna sudah semakin dekat menyelesaikan tahapan eksplorasi untuk selanjutnya akan mengajukan Plan of Development (PoD) dan dapat berkontribusi menambah produksi migas di Indonesia,” kata Dwi.

Blok Tuna adalah wilayah Kerja migas di lepas pantai Indonesia yang terletak di Laut Natuna di sebelah perbatasan Vietnam dengan kedalaman air sekitar 110 meter. Kontrak bagi hasil Tuna ditandatangani dan berlaku sejak 21 Maret 2007. Premier Oil sebagai operator saat ini memegang 100% hak partisipasi Blok Tuna. Premier Oil telah melakukan kegiatan akuisisi seismik 2D dan 3D, pengeboran empat sumur eksplorasi; Gajah Laut Utara-1 dan Belut Laut-1 pada 2011 dan Kuda Laut-1 dan Singa Laut-1 pada  2014.

Penemuan hidrokarbon di sumur Kuda Laut-1 dan Singa Laut-1 yang secara struktur berada bersebelahan, kemudian diberi nama Lapangan Tuna, dengan sumber daya sebesar 104 mmboe (2P) didominasi gas yang tinggi kandungan kondensat dengan kandungan CO2 kurang dari 2%.

Untuk meningkatkan nilai keekonomian pengembangan Blok Tuna, maka akan dilakukan integrasi pemakaian fasilitas produksi dengan Vietnam Oil and Gas Group. Hal ini dilakukan karena wilayah Blok Tuna justru lebih dekat dengan wilayah Vietnam. Jika memaksa menggunaksn fasilitas produksi terdekat yang berada di perairan Indonesia, hanya di wilayah kerja Natuna Sea Block A yang berjarak kurang lebih 385 km. Ini membuat pengembangan Tuna bisa menjadi tidak ekonomis.

Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Vietnam telah melakukan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang pada intinya gas dari Blok Tuna akan dikerjasamakan dengan mitra dari Vietnam, Vietnam Oil and Gas Group.

Selain aspek ekonomi, Blok Tuna memiliki peran yang strategis secara geopolitik, karena letaknya berbatasan dengan Vietnam dan berada dekat dengan Laut China Selatan yang saat ini menjadi fokus geopolitik berbagai negara. “Beroperasinya blok Tuna akan semakin memperkuat kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut,” kata Dwi.(RI)