JAKARTA – Carbon Tracker menyatakan telah memperingatkan pemerintahan dan investor yang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bahwa mereka kemungkinan besar tidak akan bisa mengembalikan investasi yang telah dibayarkan. Pasalnya, PLTU umumnya membutuhkan 15-20 tahun untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.

Matt Grey, Kepala Kajian Power and Utilities Carbon Tracker dan juga penulis laporan, mengatakan pemerintah dan investor memiliki tanggung jawab untuk memimpin transisi meninggalkan batu bara dengan cara yang tertata untuk memastikan konsumen menerima energi berbiaya rendah dan investor untuk merencanakan penutupan lebih awal.

Laporan Carbon Tracker menyebutkan bahwa berdasarkan arus kas (cashflow) dari 95% PLTU yang saat ini beroperasi, dalam pembangunan, atau sedang direncanakan di seluruh dunia sebanyak 6.696 unit operasional (2,045 GW) dan 1.046 unit dalam perencanaan (499 GW).

Matt menekankan agar para pengambil kebijakan segera melakukan deregulasi pasar energi untuk menciptakan sinyal investasi negatif bagi proyek batu bara dan memastikan teknologi pembangkit energi terbarukan yang berbiaya terendah dibangun.

“Kegagalan untuk melakukan hal ini bisa berarti mengunci 499GW listrik bertenaga batu bara yang biayanya tinggi selama beberapa dekade,” tandas Matt.

Temuannya Carbon Tracker antara lain:

1. Di China, 59% pembangkit batu bara sebesar 982GW yang saat ini tersedia pada dasarnya beroperasi secara merugi. Ada tambahan 206 GW dalam perencanaan namun 61%-nya akan memasuki pasar dengan arus kas negatif. 71% dari biaya operasional listrik tenaga batu bara saja sudah lebih besar dari biaya pembangunan pembangkit energi terbarukan yang baru.

2. Di India, yang bermodel pasar energi yang diregulasi, 2% dari unit pembangkit batu bara 222 GW yang tersedia saat ini pada dasarnya beroperasi merugi. Ada tambahan 66GW dalam perencanaan namun 23%-nya akan memasuki pasar dengan arus kas negatif. 51% dari biaya operasional listrik tenaga batu bara saja sudah lebih besar dari biaya pembangunan pembangkit energi terbarukan yang baru.

3. Di Amerika Serikat, dimana dua per tiga pembangkit listrik tenaga batu bara berada di bawah regulasi, 22% dari unit pembangkit baru bara yang ada pada dasarnya beroperasi secara merugi. Tidak ada rencana pembangunan PLTU batu bara baru. 47% dari biaya operasional listrik tenaga batu bara saja sudah lebih besar dari biaya pembangunan pembangkit energi terbarukan yang baru

4. Di Eropa, yang sebagian besar di bawah regulasi, 62% dari unit PLTU batu bara 146 GW yang tersedia saat ini pada dasarnya beroperasi merugi; setengah dari 8GW PLTU batu bara yang direncanakan akan memasuki pasar dengan arus kas negatif. 96% dari biaya operasional listrik tenaga batu bara saja sudah lebih besar dari biaya pembangunan pembangkit energi terbarukan yang baru.(RA)