JAKARTA – Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pengembangan energi nuklir dipersiapkan menjadi opsi penyediaan listrik di masa depan dan program pengembangannya melibatkan Kemenristek, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

Harris, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan opsi penyediaan listrik untuk masa depan dalam RPJM salah satunya adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat.

“Kemudian peningkatan penguasaan teknologi sebagai garda terdepan dalam hal ini aspek teknis tentunya, yang dikoordinir oleh teman-teman Batan. Lalu ada kerjasama luar negeri dan research power house project,” kata Harris kepada Dunia Energi, Kamis (19/11).

Harris mengatakan, sesuai RPJM 2020-2024 maka langkah-langkah yang dilakukan meliputi penelitian, pengembangan, mendorong penguasaan teknologi, membangun kerjasama, melakukan analisis multi kriteria dan menyusun roadmap nuklir.

Komisi VII DPR telah menyatakan akan mendorong pemerintah dalam hal ini Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM untuk mempercepat realisasi target bauran energi terbarukan pada 2025 dengan strategi memperkuat economic value dan meningkatkan demand EBT serta menjadikan PLTN sebagai viable option.

Saat ini diketahui, Thorcon International Pte.Ltd yang merupakan perusahaan pengembang nuklir asal Amerika Serikat (AS) sudah menyatakan keseriusannya untuk pengembangan dan pembangunan Thorium Molten Salt Reactor Power Plant 500 MW (TMSR500) atau yang lebih dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) dengan nilai investasi sekitar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 17 triliun.

“Memang sampai dengan 2024 belum ada pembangunan, tetapi diharapkan bahwa nuklir menjadi satu opsi penyedia listrik yang sangat baik kedepan,” tandas Harris.(RA)