JAKARTA –  Menjelang peralihan wilayah kerja blok Rokan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) semakin ketat mengawal proses peralihan yang salah satunya kewajiban yang ada di kontrak-kontrak pengadaan barang atau jasa. Didalamnya termasuk kontrak untuk vendor lokal Riau yang jumlahnya mencapai 550 penyedia barang dan jasa.

Rudi Satwiko, Pelaksana Tugas Deputi Pengendalian dan Pengadaan SKK Migas, mengatakan vendor day digelar PT Chevron Pacific Indonesia dan Pertamina Hulu Rokan (PHR) dalam rangka mengawal proses peralihan agar berjalan seamless (mulus), tanpa ada kendala yang dapat mengganggu operasional Blok Rokan pasca alih kelola

“Kelancaran proses alih kelola membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk para penyedia barang dan jasa di wilayah kerja Blok Rokan,” kata Rudi, Selasa (3/8).

Rudi menegaskan Blok Rokan memiliki sejarah panjang dalam industri hulu migas nasional. Sejak berproduksi pertama kali pada 1951, blok tersebut sudah 70 tahun memberikan kontribusi pembangunan. Blok Rokan pernah mencapai masa puncak kejayaan dengan produksi minyak mencapai lebih dari 700 ribu barrel dan saat ini masih menjadi andalan dengan produksinya yang mencapai sekitar 160 ribu barrel per hari. Berdasarkan data SKK Migas, Blok Rokan telah berkontribusi rata-rata 46% terhadap produksi minyak nasional, meskipun saat ini produksinya menurun menjadi 24%.

“Namun melihat potensi di Blok Rokan yang masih menjanjikan, maka blok ini akan terus dikembangkan dan menjadi salah satu tulang punggung untuk mencapai produksi satu juta barel pada 2030,” ungkap Rudi.

Sigit Pratopo, Vice President Procurement & Contract Chevron Pacific, mengatakan proses mengawal transisi Blok Rokan sudah berjalan selama dua tahun, termasuk penyediaan barang dan jasa oleh para vendor. “Kita semua berharap, pelaksanaan transisi berjalan secara mulus, tanpa kendala, selamat, akuntabel handal dan lancar. Selama persiapan terminasi dan transisi kami telah menyampaikan data dan informasi kepada SKK Migas dan PHR, termasuk di antaranya salinan kontrak dan PO untuk proses mirroring kontrak oleh PHR, Salinan kontrak local business development (vendor lokal) untuk proses pengadaan LBD di PHR, data inventory dan proses pengelolaan warehouse,” kata Sigit.

Menurut Sigit, pasca transisi Chevron akan terus melakukan dukungan, termasuk melanjutkan proses penutupan kontrak dan PO untuk memastikan pemenuhan kewajiban rekanan penyedia barang dan jasa serta melakukan proses pembayaran invoice untuk kontrak dan PO di bawah entitas Chevron.

Danang Ruslan Saleh, Bussiness Support Project Leader Pertamina Hulu Rokan, menyampaikan upaya menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan pengadaan barang dan jasa telah dilakukan melalui mirroring kontrak yang dilakukan PHR. “Mirroring kontrak akan memastikan keberlanjutan kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani saat vendor menjadi rekanan Chevron. Dari total 379 kontrak aktif, ditetapkan sebanyak 318 kontrak sesuai dengan kebutuhan PHR dan berlanjut pada proses mirroring kontrak yang telah diselesaikan 298 kontrak, dengan empat kontrak dalam proses amendemen,” ungkap Danang.

Amendemen kontrak untuk penyediaan pemboran berkaitan dengan jumlah kegiatan pemboran yang akan ditambah oleh PHR pasca alih kelola sehingga membutuhkan rig yang lebih banyak dari jumlah yang ada di kontrak existing.

PHR akan melanjutkan kegiatan LBD yang telah dirintis oleh Chevron. Selain terkait kontrak, saat ini PHR sudah menyiapkan work order untuk 1 bulan kedepan, sehingga pasca alih kelola PHR tidak ada kendala penyediaan barang dan jasa untuk mendukung operasional blok Rokan. “Kami sedang menyelesaikan daftar kontrak owner yang dibutuhkan oleh penyedia barang dan jasa saat PHR secara resmi sudah mengoperasikan Blok Rokan,” kata Danang.

Erwin Suryadi, Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya, mengatakan yang berubah di Blok Rokan hanyalah operatornya saja, yaitu dari Chevron Pacific Indonesia ke Pertamina Hulu Rokan. Untuk pengelolaan Blok Rokan tetap berada di bawah kendali SKK Migas sebagai pihak yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola hulu migas nasional.

Erwin mengungkapkan SKK Migas sudah merevisi PTK 007 dengan memasukkan terminologi kontrak mirroring sehingga transisi hal-hal yang terkait dengan aktivitas dan penyediaan barang dan jasa oleh vendor berjalan dengan mulus.

”Kontrak mirroring selama satu tahun bukanlah bagi-bagi proyek, tetapi langkah yang dilakukan untuk menjaga kesinambungan penyediaan barang dan jasa sampai PHR sebagai operator baru telah menyiapkan segala hal, termasuk infrastruktur pendukung. Per 17 Agustus 2021, PHR nanti sudah bergabung di centralized integrated vendor database (CIVD) sehingga memudahkan vendor dan PHR dalam kegiatan penyediaan penyedia barang dan jasa sesuai ketentuan yang ada,” kata Erwin.

Erwin menambahkan agar PHR dapat meningkatkan jumlah LBD yang terlibat di berbagai daerah di Riau yang saat ini dari 14 wilayah ring 1 dengan 699 aktif LBD. “Kontrak pengadaan barang atau jasa ke LBD sangat besar. Berdasarkan data SKK Migas per Mei 2021, selama 11 tahun mencapai Rp 1,27 triliun untuk 5.055 kontrak yang menyerap 40.400 tenaga kerja. Harapannya jumlah LBD bisa ditambah sehingga manfaat bagi masyarat Riau menjadi lebih besar,” kata Erwin.(RI)