JAKARTA – PT PGN Tbk sebagai Subholding Gas Pertamina melakukan upaya dekarbonisasi industri kelapa sawit. Salah satunya dengan menggarap proyek Biomethane Plant Development.

Atep Salyadi Dariah Saputra, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, menjelaskan bahwa Pertamina Group mendukung penuh upaya pemerintah dalam mencapai NZE 2060. “Pertamina juga mengupayakan agar kinerja perusahaan dapat membantu terwujudnya NZE 2060,” kata Atep dalam keterangannya (4/7).

Subholding-Subholding dan Anak Perusahaan Pertamina juga memiliki proyek-proyek strategis melalui Business Matching yang dapat membuka kesempatan kerjasama kepada investor potensial. Pada kesempatan ini, PGN sebagai Subholding Gas Pertamina membuka peluang kerjasama untuk 3 sampai 4 proyek Biomethane Plant Development di Sumatera. Total biaya proyek ini mencapai US$20 juta, dengan biaya sekitar US$4 – 5 juta untuk masing-masing proyeknya.

Proses ekstraksi minyak sawit mentah menghasilkan Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan jumlah 0,5 – 0,75 m3/ton buah. Dalam proyek biometana PGN akan memanfaatkan POME untuk menghasilkan biogas. Melalui pengolahan lebih lanjut dari biogas, biometana kemudian dikompresi menjadi Compressed Natural Gas (CNG) untuk didistribusikan ke pelanggan industri, rumah sakit, hotel, dan pusat perbelanjaan.

Pemanfaatan biometana berpotensi untuk menggantikan bahan bakar minyak yang berasal dari fossil, sekaligus mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah cair tersebut. Selain itu, proyek ini juga merupakan diversifikasi bisnis PGN dengan menghasilkan biometana sebagai energi bersih.

Memiliki karakteristik yang mirip dengan gas bumi, biometana juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan, generator listrik dan pemanas. Biometana juga lebih baik dalam hal jejak karbon.

Harry Budi Sidharta, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, menuturkan kapasitas dari produksi biometana ini mencapai angka 432.000
MMBTU/tahun. PGN pun akan memungkinkan pengangkutan biometana dari Sumatera ke offtaker potensial di area Jawa dan Sumatera dengan menggunakan jaringan pipa gas.

“Proyek ini akan berlokasi di Sumatera, daerah sebagian besar perkebunan kelapa sawit berada. PGN memiliki pipa gas transmisi di Sumatera, maka kami akan mengupayakan pengangkutan biometana ini menggunakan jaringan pipa gas dari Sumatera ke area Jawa dan Sumatera,” ujar Harry.

Proyek Biomethane Plant Development ditargetkan akan selesai pada akhir tahun 2023. Dengan melakukan kerjasama untuk proyek ini, partner eksternal dapat memperoleh keuntungan dari Internal Rate of Return (IRR) dan juga jaminan permintaan oleh pelanggan.

“Ini merupakan kesempatan untuk mengembangkan biometana sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia,” ujar Harry.

Menurut Harry, saat ini PGN sedang mengupayakan agar terminal LNG Arun dapat menjadi LNG Hub leader di Asia. Hal ini mengingat adanya potensi kebutuhan LNG storage yang besar di Asia – Pasifik. Langkah yang dilakukan saat ini adalah memaksimalkan kapasitas storage di Arun dengan melakukan revitalisasi tangki F-6004 yang idle sejak tahun 2004. Ke depannya akan dilakukan penambahan kapasitas dengan investasi pembangunan storage baru hingga kapasitas bisa meningkat hingga dua kali lipat. Harry pun mengajak pihak eksternal untuk dapat melakukan kerjasama dalam mendukung proyek strategis ini.

“LNG merupakan masa depan bisnis kita, dan PGN terbuka untuk strategic partners,” ungkap Harry. (RI)