JAKARTA – Rencana Pemerintah melakukan perubahan ke-6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Penambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang merupakan turunan implementasi Undang-Undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dinilai berpotensi mengancam ketahanan energi nasional.

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia,  mengatakan seharusnya proses harmonisasi yang dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke berbagai kementerian tidak dilakukan secara diam-diam.

“Konsep rencana perubahanan PP, harusnya disosialisasikan terlebih dahulu oleh KESDM kepada publik. Dari masyarakat pertambangan serta perguruan tinggi minimal dapat diperoleh masukan yang positif,” kata Yusri, Selasa (11/12).

Selain itu, jika berbagai stakeholders dilibatkan, dipastikan perubahan PP akan jauh lebih mendalam dan bernilai khususnya manfaat bagi kepentingan nasional.

Pasalnya, kata Yusri, sejak diberlakukan UU Minerba No.4/2009 awal Januari 2009 , pemilik Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sudah diberikan ruang yang cukup baik dan fair oleh pembuat UU. Lewat ketentuan peralihan (pasal 169 – 172) yang memberikan kesempatan 1 tahun kepada semua pemilik KK dan PKP2B untuk menyesuaikan semua ketentuan dengan isi pokok UU Minerba, kecuall soal penerimaan negara.

Dia menambahkan, semestinya evaluasi perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Kementerian ESDM lebih meletakkan pada kepentingan yang vital dan strategis, yaitu ketahahan energi. Mengingat di dalam RUPTL 2017-2026 dalam proyek 35.000 Megawatt (MW) sudah ditetapkan porsi energi primer batu bara masih menempari sekitar 62% dan bauran energi nasional . Bahkan, konsep revisi RUPTL 2018-2027 yang sedang digodok, porsi batu bara meningkat menjadl 68%, meskipun total kapasiras pembangunan pembangkit listrik dikoreksI dari 77.873 MW menjadi 56.025 MW. Koreksi ini dilakukan mengingat pertumbuhan ekonomi yang melambat. Sebaliknya, porsi energi batu bara justru meningkat sekitar 6 % dari 31,5% menjadi 37%. Porsi gas justru diturunkan dari 31,3% menjadi 25,5% .

“Harus menjadi catatan penting, bahwa cadangan batu bara nasional hanya sekitar 2,5% dan total cadangan batu bara dunia. Ironisnya, justru selama ini Indonesia sebagau eksportir batu bara terbesar dunia,” ungkap Yusri.

Total produksi batu bara nasional 2018 diproyeksikan sebesar 485 juta ton, sebanyak 75 % diekspor. Oleh karenanya, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang masih banyak membangun pembangkit listrik tenaga uap berbahan baku batu bara, maka kebijakan ekspor secara besar-besaran harus dibatasi sesuai kebijakan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Sebaiknya pemerintah tetap taat dalam melaksanakan amanah UU minerba. Kepada PKP2B yang sudah berakhir waktunya, sebaiknya kelanjutan pengelolaannya diserahkan kepada BUMN dan PKP2B tetap diberikan perpanjangan IUPK 0P dengan luasan sesuai UU Minerba, yaitu maksimal 15.000 Ha,” kata Yusri.(RA)