JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan terus melanjutkan pembangunan kilang karena dinilai masih cukup strategis untuk masa depan pemenuhan energi nasional.

Ignatius Tallulembang, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, mengatakan membangun kilang merupakan keharusan bagi suatu negara. Secara global, hampir semua negara dengan populasi yang besar mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar domestik secara mandiri dalam rangka menjamin ketersediaan energi atau security of supply.

“Langkah tersebut tidak bisa ditawar. Bahkan pada negara yang tidak menghasilkan crude sekalipun mereka juga tetap memprioritaskan membangun kilang. Di negara maju umumnya mereka untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri menggunakan produksi dalam kilang sendiri dan telah zero import,” kata Tallulembang, akhir pekan lalu.

Saat ini Pertamina memiliki lima kilang yakni Balikpapan, Cilacap, Balongan, Dumai, Plaju dan satu kilang kecil di Sorong, dengan total produksi BBM sekitar 680 ribu barel per hari. Disisi lain, konsumsi BBM nasional sejak 2017 telah mencapai 1,4 juta barel per hari.

“Artinya ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM masih tinggi. Meski sejak kuartal pertama 2019 Pertamina sudah berhasil untuk tidak mengimpor solar dan avtur, impor untuk produk lain masih diperlukan” ungkap dia.

Tallulembang menambahkan, Singapura dengan penduduk sebanyak 5 juta orang, memiliki kapasitas produksi kilang mencapai 1,5 juta barel per hari, lebih besar dari kapasitas produksi kilang Indonesia saat ini yakni sekitar 1 juta barel per hari. Hal ini dapat dipahami, karena keberadaan kilang memiliki profitabiltas yang tinggi.

“Kami juga telah melakukan kajian dan evaluasi. Hasilnya, membangun kilang akan memberikan nilai tambah atau profitabilitas baik bagi perusahaan maupun negara,” kata Tallulembang.

Mengenai arti strategis upgrading kilang eksisting atau Refinery Development Master Plan (RDMP), dan pembangunan kilang baru atau dan Grass Root Refinery (GRR) Pertamina, Tallulembang memaparkan, proyek yang digagas sejak sekitar 2014 dilatarbelakangi sejumlah persoalan energi yang dihadapi Indonesia.

Untuk memenuhi kapasitas maksimum kilang, crude yang diperlukan tidak cukup dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri. Sebagian besar crude impor merupakan sour crude dengan kandungan sulfur yang tinggi. Sementara kilang Pertamina dirancang untuk mengolah sweet crude, yaitu crude yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah.

“Karenanya, kilang kita perlu penyesuaian agar lebih mudah dan efisien dalam mengolah crude dalam maupun luar negeri” tegas Tallulembang.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut juga berhubungan dengan kondisi kilang Indonesia yang sebagian besar sudah tua dengan teknologi lama dan kompleksitas lebih rendah sehingga perlu segera dilakukan modifikasi untuk meningkatkan daya saingnya.

Dan yang terakhir, perlunya segera Indonesia memaksimalkan jumlah produksi BBM dengan spesifikasi lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan.

“Kita harus genjot produksi BBM dengan standar yang lebih tinggi yakni Euro 4 dan 5, pararel dengan upaya Pertamina untuk terus mendorong masyarakat menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan seperti Pertamax dan Pertamax Turbo,” kata Tallulembang.

Menurut Tallulembang, meskipun mahal,  pembangunan kilang Pertamina memberikan multiplier effect bagi pembukaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi nasional. Dengan total investasi sekitar US$ 48 miliar, RDMP dan GRR akan menyediakan lapangan pekerjaan untuk sekitar 130 ribu orang saat konstruksi dan sekitar 10 ribu orang saat operasi. Hasil studi menunjukkan multiplier effect bagi lapangan pekerjaan akan memberikan dampak 17 kali lipat sehingga membuka jutaan pekerjaan di berbagai sektor.

“Di saat pandemi, maka RDMP dan GRR memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat, karena itulah, Pertamina tetap menuntaskan pengerjaan kilang dengan penerapan protokol kesehatan dan mengedepankan teknologi digital,” jelas dia.

Dalam pengerjaan RDMP dan GRR, lanjut Tallulembang, Pertamina berkomitmen untuk memaksimalkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) baik dari segi manpower, material dan peralatan sehingga memberikan kesempatan dan mendorong peningkatan kapabilitas manufaktur dalam negeri.

“Pembangunan kilang akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan menghadapi pandemi Covid-19,” kata Tallulembang.

Pertamina sendiri merevisi rencana pembangunan kilangnya, semula ada enam kilang yang ditargetkan selesai dikembangkan dan dibangun hingga 2026 mendatang. Namun kini hanya ada empat kilang eksisting dikembangkannya melalui RDMP terdiri dari kilang Balikpapan, Balongan, Cilacap dan Dumai kemudian satu kilang baru yang dipastikan dibangun melalui proyek GRR yaitu kilang Tuban.(RI)