JAKARTA – Manajemen PT Pertamina (Persero) disarankan mulai selektif merekrut pekerja, terutama yang berasal dari blok migas terminasi. Hal ini perlu dilakukan menyusul makin bengkaknya organisasi Pertamina.

Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkapkan makin gendutnya sebuah organisasi tentu potensi tidak sehatnya sangat besar. Saat ini terjadi penumpukan pekerja di Pertamina, salah satunya disebabkan pengambilalihan beberapa blok migas seperti BlokĀ  Madura, Mahakam. Beberapa blok terminasi lainnya ada ONWJ, OSES serta East Kalimantan dan Sangasanga. Apalagi pada tahun ini juga akan diambilalih Blok Rokan, yang semua pekerjanya menjadi pegawai Pertamina.

Menurut Fahmy, perlu dilakukan rasionalisasi pekerja karena kondisi saat ini tidak efisien. Pertamina bisa saja melakukan pengurangan pekerja di blok-blok yang baru dikelola, dimana hampir 100 persen para pekerjanya merupakan pekerja yang dulu bekerja dengan kontraktor blok tersebut sebelumnya.

“Penumpukan itu sangat tidak sehat bagi Pertamina, yang menunjukkan produktivitas tenaga kerja rendah dan tidak efisien. Solusinya, harus ada rasionalisasi melalui pengurangan pekerja Pertamina, terutama eks pekerja Blok Madura, Mahakam dan Rokan,” kata Fahmy kepada Dunia Energi, Senin (22/2).

Baca juga  Pekerja Tetap Terjaga di Level 13.000-an, Pertamina Miliki 950 Manajer dan Hampir 200 VP

Menurut Fahmy, kebijakan tersebut tidak mudah diimplementasikan tapi jika dibiarkan terus membengkak justru akan terus membebani perusahaan sehingga. Pertamina harus bisa lebih selektif dalam memilih para pekerjanya.

Dia mencontohkan saat terjadi merger pembentukan Bank Mandiri, tidak semua pekerja ikut bergabung. Ini yang bisa dilakukan Pertamina.

“Apa boleh buat Pertamina harus berani. Mereka harus seleksi ulang. Pengalaman merger Bank Mandiri dengan menyeleksi ulang, bisa digunakan Pertamina,” ungkap Fahmy.

Dalam laporan keuangan perusahaan tahun 2019 terungkap bahwa dari total 15.297 pekerja Grup Pertamina pada 2019, 13.738 adalah pekerja permanen (PWTT) dan 1.559 pekerja kontrak (PWT). Jumlah PWTT dan PWT turun dibandingkan 2018, yaitu 13.660 dan 1.636 orang. Untuk 2017, pekerja PWTT mencapai 88% dengan 13.406 orang dan PWT sebanyak 12 persen, yaitu 1.836 orang.

Mayoritas adalah pekerja tetap Pertamina berada di Level 4, yaitu staf atau setara yaitu 12.560 orang, Level 3 (manajer dan setara) sebanyak 952 orang dan 196 pekerja di level 2 (vice president atau setara) serta hanya 30 orang pekerja saja yang berada di level 1, yaitu posisi senior vice president atau setara).

Menurut Fahmy, perubahan nomenklatur Pertamina yang terjadi pada tahun lalu dengan pembentukan lima subholding dan satu perusahaan shipping di bawah holding Pertamina bukanlah solusi untuk menjawab masalah pembengkakan pekerja ini.

“Restrukturisasi menjadi subholding tidak mengatasi masalah itu. Alasannya, subholding itu masing-masing membawa pekerjanya,” kata Fahmy.(RI)