JAKARTA – Pelaksanaan distribusi tertutup untuk liquiefied petroleum gas (LPG) kemasan 3 kilogram diperkirakan memicu migrasi konsumen ke produk Bright Gas 5,5 kg. Untuk mengantisipasi peningkatan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, memastikan ketersediaan Bright Gas 5,5 kg di daerah.

Inas Nasrullah Zubir, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura, mengatakan migrasi konsumen ke elpiji 5,5 kg akan semakin meningkat seiring kebijakan distribusi tertutup yang akan dilakukan pemerintah untuk elpiji 3 kg.Potensi peningkatan pengguna elpiji 5,5 kg berasal dari 38,97 juta rumah tangga yang dianggap tidak berhak menerima subsidi elpiji melalui distribusi tertutup.

“LPG tabung gas 5,5 kg adalah ide cerdas Pertamina untuk menghindari penyelewengan elpiji 3 kg di lapangan, karena itu Pertamina  mesti siap dengan pasokan LPG 5,5 kg,” kata Inas di Jakarta, Senin (24/10).

Saat ini penerima tabung perdana LPG bersubsidi di Indonesia berjumlah54,9 juta rumah tangga. Sesuai dengan data sementara dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), penerima subsidi LPG 3 kg lewat mekanisme distribusi tertutup adalah sebanyak 15,96 juta rumah tangga. Untuk itu, diperlukan produk gas nonsubsidi yang bisa mengakomodasi 38,97 juta rumah tangga lain, yang dianggap tak berhak menikmati distribusi LPG tertutup.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, jugamendukung Pertamina untuk fokus mengembangkan produk LPG nonsubsidi seperti LPG kemasan 5,5 kg dengan brand Bright Gas dibandingkan mengeluarkan produk baru.  Model pemasaran bahan bakar minyak (BBM) dengan varian premium, pertalite dan pertamax bisa juga diterapkan di LPG dengan produk 3 kg, 5,5 kgdan 12 kg. Apalagi saat ini tidak sedikit konsumen yang mulai  memakai LPG 5,5 Kg.

“Warga yang mampu tidak usah lagi menggunakan barang-barang subsidi,mereka mulai migrasi ke nonsubsidi. Kalau konsumen yang mampu membeli LPG subsidi seperti LPG kemasan 3 kg, akibatnya terjadi subsidi salah sasarankarena model distribusinya dilakukan terbuka,” tandas dia.

Bright Gas yang merupakan LPG nonsubsidi kemasan 5,5 kg menyasar konsumen menengah ke atas di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Balikpapan, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar.  Bright Gas merupakan inovasi Pertamina untuk meningkatkan profit di tengah tugas BUMN itu memenuhi public service obligation (PSO).

Berdasarkan data Pertamina, sepanjang semester I 2016,volume penjualan LPG 5,5 kg mencapai 43.271 metrik ton(MT). Jika pada Januari 2016, penjualan gas elpiji 5,5 kg baru mencapai 3.158MT, pada September penjualan gas naik lebih dari dua kali lipat menjadi 6.775MT.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication,  mengatakan Pertamina siap meningkatkan stok Bright Gas 5,5 kg dan elpiji nonsubsidi lainnya sehingga masyarakat konsumenterutama kelas menengah ke atas, memiliki lebih banyak pilihan produk elpijiuntuk kebutuhannya.  “Kami siap sediakan produk LPG  sesuai dengan preferensi masyarkaat konsumen yang sudah tidak menggunakan elpiji 3 kg,” katanya.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, menjelaskan bagi konsumen prinsipnya ada dua hal untuk mendapatkan suatu barang atau jasa,yaitu aksesibilitas atau ketersediaan dan afordabilitas atau keterjangkauan harga.   “Jadi yang penting barangnya adadulu. Pertamina harus menjaga hal ini. Apalah artinya barang disubsidi aliasmurah jika barangnya tidak ada atau sering mengalami gangguan pasokan,”ujarnya.

Soal afordabilitas atau keterjangkauan dari sisi harga, tambah Tulus, ini menyangkut daya beli konsumen. Sekalipun barangnya ada tidak ada artinyajika konsumen tidak bisa membeli. “Saya kira kalau konteksnya aksi korporasi dan didukung dua prasyarattersebutmaka tidak menjadi soal. Yang penting Pertamina bisa menjagakesinambunganpasokan dan ada parameter bahwa harganya masih terjangkau,”katanya. (RA/RI)