JAKARTA – Sejak mandatory biodiesel 20% atau B20 diperluas pada 1 September 2018, PT Pertamina (Persero) masih kekurangan pasokan biodiesel yang diolah dari minyak sawit (Fatty Acid Methyl Esters/FAME).

Dari 112 terminal BBM yang siap mencampur solar dengan FAME, baru 69 terminal BBM yang sudah menerima penyaluran FAME. Sebagian besar daerah lain yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.

“Seluruh instalasi Pertamina sudah siap blending B20. Namun penyaluran B20 tergantung pada suplai FAME, di mana hingga saat ini suplai belum maksimal didapatkan,” kata Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/9).

Menurut Mas’ud Khamid,  Direktur Pemasaran Retail Pertamina, keberhasilan Pertamina untuk mendukung program mandatory B20 sangat bergantung keberlanjutan suplai FAME dari para produsen.

Dia mencontohkan, terminal BBM Plumpang di Jakarta sepanjang 15 September-20 September 2018 tidak bisa optimal memproduksi B20 karena kekurangan pasokan dari produsen FAME. Di sisi lain,  Pertamina tetap harus memproduksi BBM demi memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Pertamina punya 112 terminal BBM, kami siap semua untuk mengolahnya sepanjang suplai ada dari mitra yang produksi FAME. Begitu FAME datang bisa langsung kami di-blending dan jual,” tegasnya.

Mas’ud mengatakan Pertamina membutuhkan FAME untuk dicampurkan ke solar subsidi dan nonsubsidi yaitu sekitar 5,8 juta kiloliter per tahun. “Total konsumsi solar subsidi dan nonsubsidi 29 juta kiloliter per tahun,” ungkap dia.

Terkait adanya denda sebesar Rp 6.000 per liter bagi badan usaha BBM yang tidak melakukan pencampuran FAME, Mas’ud menyatakan pihaknya akan berdiskusi dengan pemerintah terkait hal ini.

“Denda ini kami dukung supaya disiplin. Tapi  kalau kondisi di lapangan suplai FAME-nya tidak ada,  kami juga tidak bisa mengolah dan menyalurkan B20. Jadi ini harus didiskusikan lagi dengan pemerintah,” tegas dia.

Salah satu alasan perluasan penggunaan B20 pada produk BBM diesel ini adalah diharapkan dapat mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan bagi kendaraan pribadi, sekaligus dapat mengurangi impor BBM sehingga akan berdampak pada perbaikan neraca perdagangan dan penggunaan devisa negara.(RI)