JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyatakan restrukturisasi yang telah dilakukan dengan menggunakan skema holdingisasi bisa menciptakan sinergi dan efisiensi. Apalagi selama ini pengadaan yang dilakukan masing-masing perusahaan di hulu menjadi tidak efisien dari sisi biaya dan waktu lantaran dilakukan sendiri-sendiri.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan jika ingin melakukan kegiatan eksplorasi dan pencapaian produksi di hulu sering terlambat lantaran setiap perusahaan melakukan tender sendiri-sendiri. Misalnya sewa alat berupa rig. Padahal pelaksanaan tender bisa memakan waktu 1-2 tahun.

“Enggak ada yang mau investasi kalau sewa 1-2 tahun. Kami melakukan kombinasi dalam satu regional itu dan ini bisa dijadikan 10 tahun, menjadi visible untuk investasi baru, sehigga ada tambahan rig. Kalau sebelumnya tarik-tarikan,” kata Nicke dalam diskusi virtual, Senin (15/6).

Menurut Nicke, holdingisasi di Pertamina adalah sebuah terobosan yang bisa jadi jalan utama menuju efisiensi tersebut. Sebelumnya, tender dilakukan sendiri-sendiri, sudah lama, rig terbatas, sehigga tender enggak masuk-masuk. “Harga nggak masuk, terlambat lagi. Jadi ini nggak tercapai produksi. Jadi pengadaan langsung untuk beberapa wilayah kerja, sehigga visible untuk investasi baru,”ungkap dia.

Dalam bagan pembagian perusahaan di subholding hulu, Pertamina membagi wilayah kerjanya menjadi lima regional.

Untuk regional I atau Sumatera ditunjuk Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang menjadi pengelola dengan jatah pengelolaan sejumlah aset hulu. Selain Rokan, PHR akan mengelola  beberapa aset limpahan dari Pertamina EP, Pertamina Hulu Energi (PHE) diantaranya lapangan Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi, Prabumulih, Limau, Pendopo, serta lapangan Adera. Kemudian ada aset NSO, NSB, WG Kambuna, Siak, Kampar, Jambi Merang, Ogam Komering, Raja Tempirai, Corridor, Ramba, CP Pekanbaru dan Jabung.

Regional II atau Jawa dikelola oleh PT Pertamina EP yan terdiri dari lapangan Tambun, Subang, Jatibarang, blok East Natuna, Blok A, blok Offshore North West Java (ONWJ), Abar, Anggursi dan Offshore Southeast Sumatera (OSES).

Regional III atau Kalimantan dikelola oleh PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dengan aset lapangan Tanjung, Sangata, Sanga Sanga, Bunyu, Tarakan, Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Pertamina Hulu Kalimantan (PHKT), Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), East Sepinggan, Maratua, Nunukan, Simenggaris, Ambalat, Bukat.

Regional IV atau East Indonesia dikelola oleh PT Pertamina EP Cepu terdiri dari Donggo Matindok, Senoro Toili, Makassar Strait, Tomori, Papua, Salawati, Salawati (Kepala Burung), Babar Selaru, Semai IV, Adk, Cepu, Poleng, WMO, Randugunting JTB, Banyu Urip, Sukowati dan Tuba East Java.

Serta Regional V dikelola PT Pertamina Internasional EP mengelola aset luar negeri seperti di Algeria, Iraq, serta aset yang ada di Malaysia.

Dwi Soetjipto Kepala SKK Migas, mengungkapkan belum mendapatkan informasi secara resmi tentang perubahan organisasi Pertamina. Menurutnya selama ini SKK Migas sebagai kepanjangan tangan Pemerintah menandatangani kontrak dengan kontraktor sebagai operator suatu lapangan.

“Kami akan melihat penjelasan dari Pertamina mengenai perubahan organisasi itu, sejauh mana kewenangan terhadap masing-masing operator di wilayah kerja. Itu yang kami review. Karena kan kontraknya pemerintah dengan perusahaan yang mengoperasikan wilayah kerja itu. Dengan adanya subholding, nanti ini akan kita lihat kewenangannya dalam investasi maupun pelaksanaan dan operasi di wilayah kerja yang bersangkutan,” kata Dwi.(RI)