JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan penerapan metode produksi minyak lanjutan atau Enhance Oil Recovery (EOR) oleh PT Pertamina (Persero) bisa dipercepat. Terlebih berbagai uji coba dalam rangka mengimplentasi EOR sudah dilakukan. Hasil dari berbagai uji coba tersebut seharusnya menjadi milik negara karena penyediaannya saat kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menggunakan skema cost recovery.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan bagi biaya yang sudah dikembalikan oleh negara melalui skema cost recovery, maka hasil penggunaan biaya tersebut termasuk hasil uji coba EOR secara otomatis dimiliki oleh negara dan bisa dimanfaatkan oleh kontraktor baru.Hal tersebut sedang dibahas bersama Chevron yang kontraknya habis di Rokan pada 2021 mendatang.

“Kalau yang sudah cost recovery data dan sebagainya adalah milik negara yang tentunya bisa dipakai oleh kontraktor yang baru. Transisi kan masih dalam pembicaraan, masih negosiasi dan nanti akan termasuk itu (penggunaan dan data). Dan harusnya harus jadi milik negara dong, kan sudah dibayar,” kata Dwi ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Senin (2/9).

SKK Migas sebelumnya menyatakan EOR yang dilakukan di Blok Rokan baru bisa dirasakan pada 2023. Saat ini Chevron tidak melanjutkan metode EOR lantaran pengelolaannya segera beralih ke Pertamina.

Pertamina masih harus menyiapkan dana besar untuk bisa menjalankan EOR secara maksimal. Total biaya yang diperkirakan untuk melakukan EOR secara full scale diperkirakan mencapai US$ 7 juta.

Menurut Dwi, penerapan full scale EOR adalah keniscayaan dan harus dilakukan oleh Pertamina jika tidak mau produksi Rokan anjlok saat dikelola nanti.

Berdasarkan laporan kepada SKK Migas pihak Chevron sampai saat ini terus melakukan percobaan penggunaan bahan kimia dalam EOR. Proses itulah yang akan diteruskan Pertamina dan bisa dilakukan pada masa transisi di dua tahun sebelum alih kelola.

“Kan disana terus melakukan uji coba, masih jalan. Kami harapkan proses transisi ini sangat berpengaruh, makanya kedepan bagaimana alih kelola perlu didiskusikan betul. Kemarin kan metode yang terbaik yang intinya bagaimanapun juga, meskipun persentasenya berkurang tetapi melibatkan eksisting memang perlu,” jelas Dwi.

Muhamad Nasir, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengungkapkan SKK Migas harus mengawasi ketat kelanjutan program EOR di Rokan. Anggaran pemerintah yang sudah dicairkan untuk melakukan EOR seharusnya sudah termanifestasi menjadi angka produksi migas.

“Kalau mengadakan (program) dengan teknologi pasti ada dong peningkatan (produksinya)?” kata Nasir.(RI)