PEKANBARU – Sejak alih kelola blok Rokan dari Chevron, Pertamina PHR dua tahun lalu merupakan transisi yang terbesar di Indonesia. Selain diwarisi wilayah operasi raksasa, PHR mendapat limpahan ribuan sumur tua serta fasilitas-fasilitas penunjang yang rata-rata telah dioperasikan hampir seabad oleh operator sebelumnya. Mulai dari fasilitas bawah permukaan (subsurface) seperti pompa, casing dan tubing, hingga fasilitas permukaan (surface facilities) seperti jaringan pipa produksi, stasiun pengumpul, instalasi listrik, hingga jaringan pipa utama menuju pengapalan.

Edwil Suzandi, Executive Vice President Upstream Business PHR WK Rokan, mengungkapkan dengan kondisi bisnis hulu migas yang kian menantang, operator seringkali dihadapkan pada opsi-opsi strategi operasi yang mengharuskannya untuk tetap konsisten dan efisien dengan memanfaatkan yang ada. Contohnya dengan mengalihkan anggaran dan fokus dari belanja modal dan investasi, menjadi pengadopsian strategi manajemen integritas aset, dengan mengoptimalkan aset yang ada untuk memaksimalkan operasi.

Menurut dia tata kelola fasilitas berumur, bukan hanya membahas tentang usia peralatan tersebut, tapi juga bagaimana penerapan sistem mitigasi perawatan atas penuaan dan batas usia pakai fasilitas tersebut.

“Salah satu tugas utama PHR saat alih kelola aset adalah melakukan pendataan secara komprehensif kondisi fasilitas terpasang yang diserahterimakan. Dengan pendataan tersebut, PHR dapat menyusun rencana perawatan yang efektif dan efisien, merancang strategi operasi dan eksploitasi minyak yang optimal, aman dan andal, dengan tetap mematuhi seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” jelas Edwil dalam keterangannya, Senin (23/10).

Manajemen integritas aset-aset lama kata dia menjadi sangat penting mengingat di saat yang sama, PHR terus mengembangkan inisiatif-inisiatif baru untuk meningkatkan produksi.  Sebut saja studi eksplorasi di Formasi Telisa dan Batuan Dasar / Basement Rokan. Studi ini dilakukan untuk menilai kelayakan pemboran eksplorasi lebih lanjut, guna membuka potensi baru dalam pengembangan wilayah ini. “Potensi produksi minyak dari lapangan-lapagan baru tersebut tentu memerlukan kesiapan serta keandalan fasilitas-fasilitas penunjang,” ujar Edwil.

Bambang Prayoga, Kepala Divisi Produksi dan Pemeliharaan SKK Migas, pernah mengatakan bahwa  dengan adanya manajemen integritas aset yang baik, kinerja aset berumur diharapkan tetap dapat dioptimalkan melalui tata kelola perawatan berkala, modifikasi dan peremajaan serta penggantian. Dengan begitu perusahaan-perusahaan hulu migas dapat memastikan integritas di seluruh siklus hidup asset yang dimilikinya.  “Keseluruhan upaya ini tidak hanya mendukung kinerja perusahaan, tetapi juga mencapai target besar industri migas Indonesia, yaitu untuk mendukung target produksi migas sebesar 1 juta barel per hari pada tahun 2030,” ungkap Bambang. (RI)