JAKARTA – Sebagai kawasan pariwisata yang populer di Indonesia, permintaan listrik Bali diperkirakan akan tumbuh dengan rata-rata tahunan sebesar 6,5% antara 2019-2028, menurut RUPTL PLN 2019. Sementara menurut data dari PT PLN (Persero) Bali per Januari 2020 kebutuhan puncak sistem kelistrikan Bali terbaru adalah sebesar 980 MW.

Berdasarkan hasil analisis kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Global Environmental Institute (GEI) yang termuat dalam laporan “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potential”, potensi teknis energi matahari di Bali memiliki total 26,4 GWp, dengan potensi pembangkitan 40,5 TWh per tahun di sembilan kabupaten.

Selain itu, untuk mengatasi intermittency tenaga surya, Bali juga menunjukkan potensi yang sangat besar untuk penyimpanan energi – dalam bentuk pumped hydro energy storage (PHES), yang mampu menyimpan listrik 559,9 GWh/jam.

“Kami memandang bahwa dengan potensi surya fotovoltaik dan PHES, Bali bahkan dapat mengupayakan sistem energi terbarukan 100% dengan perencanaan yang matang,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, Kamis (18/3).

Menurut Fabby, dilihat dari segi kebijakan, Bali memperlihatkan langkah yang ambisius dalam pengembangan PLTS dengan adanya Peraturan Gubernur Bali No. 45/2019 tentang Bali Energi Bersih. Peraturan gubernur ini mengatur bangunan komersial, industri, sosial, dan tempat tinggal dengan luas lantai lebih dari 500 m2 untuk memasang atap surya minimal 20% dari kapasitas daya terpasangnya — PLN Bali mencatat sebanyak 237 Potensi MWp — atau 20% dari ruang atap yang tersedia (PLN Bali, 2020).

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Berkelanjutan IESR, mengatakan Bali dapat menjadi daerah pionir 100% energi terbarukan. Apalagi dengan semakin meningkatnya tren sustainable dan eco-tourism, sehingga pemanfaatan energi terbarukan akan memberikan nilai tambah pariwisata.

“Ini juga akan menjadi contoh dan portfolio bagus bagi Indonesia di mata dunia internasional, dan dengan dukungan pemerintah pusat, replikasinya dapat digulirkan untuk daerah lainnya,” kata dia.

Selain Bali, Sumba sangat berpotensi sebagai pulau yang digerakkan dengan energi terbarukan. Kajian “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potential”, menemukan bahwa Sumba memiliki total 133 GWp potensi teknis surya fotovoltaik dengan potensi pembangkitan 216 TWh/tahun, dengan potensi kapasitas tertinggi ada di Kabupaten Sumba Timur sebesar 60%.

Daniel Kurniawan, penulis utama kajian “Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia’s Solar Potential”, menambahkan temuan ini tentu saja akan menguatkan inisiatif pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menjadikan Sumba sebagai menjadi pusat pengembangan energi surya dengan potensi hingga 20 GW.

“Inisiatif ini diharapkan dapat menyalurkan listrik tidak hanya di seluruh NTT tetapi juga ke Bali, Jawa, dan pusat beban lainnya menggunakan sistem transmisi arus searah bertegangan tinggi (HVDC),” kata Daniel.(RA)