JAKARTA – Pemerintah didorong untuk segera merealisasikan janji penurunan harga gas pada April 2020. Namun penurunan harga gas juga diminta tidak mengorbankan iklim investasi di sektor lain,  terutama industri hulu hingga hilir migas.

Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR, mengatakan iklim investasi sangat sensitif. Jika ingin menurunkan harga gas, pemerintah sebaiknya yang berkorban, dibanding harus mengganggu iklim investasi yang sudah terseok-seok beberapa waktu belakangan.

“Jangan sampai pembebanan di atas kemampuan (industri). Ya harus ada dispensasi atau insentif dari pemerintah, sehingga secara ekonomis bisa dijalankan dengan harga US$6 per MMBTU,” kata Herman saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kementerian Badam Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta, Selasa (4/2).

Herman memaklumi industri butuh harga gas terjangkau, tapi bukan berarti sektor lain justru dikorbankan. Untuk itu, pemerintah harus hadir. Bukan justru mengganggu iklim investasi yang saat ini sedang ditata kembali.

Sektor migas jangan sampai terbebani akibat kebijakan penurunan harga gas, sehingga industri migas, baik hulu hingga hilir dapat menjalankan investasinya.

“Saya kan pernah di Komisi VII DPR, bagaimana menghitung terhadap berbagai instrumen yang menyebabkan kemudian berlaku harga saat ini,” kata Herman.

Dia mengungkapkan, saat ini harga gas dari ‎sisi hulu atau sumur berkisar pada US$7 hingga US$9 per MMBTU, jika ditambah biaya distribusi dan operasional maka tidak memungkinkan harga gas bumi turun menjadi US$ 6 per MMBTU.

Menurut Herman, jika harga gas dipaksa turun menjadi US$6 per MMBTU akan menimbulkan kerugian bagi pelaku hulu migas dari hulu ke hilir. Karena itu pemerintah ‎perlu memberikan insentif untuk menghindari kerugian terjadi.

‎”Sehingga kalau kemudian dipaksakan, harga US$ 6 per MMBTU, tanpa ada dispensasi dari pemerintah, ya pasti akan rugi karena dengan business as usual tidak mungkin,” tegas dia.‎

Herman menyebutkan, dispensasi yang bisa diberikan adalah menurunkan harga gas bagian pemerintah dari produksi sumur migas dan mensubsidi pada biaya distribusi serta opersional.‎

‎”Kalau untungnya tidak besar, ya tidak apa-apa. Yang penting jangan rugi, karena kalau penugasan membuat korporasi rugi, katanya.

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebelumnya menargetkan bisa menurunkan harga gas pada April 2020 mendatang. Beberapa upaya saat ini memang sedang dikaji untuj mendukung penurunan harga. Seperti pengurangan penerimaan negara, kewajiban penyaluran gas ke dalam negeri (DMO) serta terakhir impor gas jika memang dibutuhkan.

Kebutuhan gas untuk industri domestik yang sesuai dengan Perpres 40 terdiri dari tujuh industri yakni pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca dan industri sarung tangan mencapai 320 juta kaki kubik per hari (mmscfd).

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN,  mengatakan perusahaan juga akan melakukan evaluasi terhadap struktur biaya yang timbul sebagai pembentuk komponen harga. “Jadi dari kami akan review seluruh biaya trasportasi gas baik transmisi maupun distribusi yang bisa kami berikan ke industri agar industri bisa lebih bersaing dan meningkatkan kapasitasnya. Mudahan dari diksusi ini ada jalan keluarnya sehingga 1 April 2020 bisa kami terapkan Perpres 40,” kata Gigih.(RA)