JAKARTA – Penjualan bahan bakar pesawat atau avtur Pertamina  turun sejak Januari 2019 yang disebabkan oleh menurunnya permintaan dari maskapai penerbangan. Fariz Aziz, Vice Presiden Supply and Dsitribution Pertamina, menjelaskan sejak Januari 2019 Pertamina mendapatkan laporan terjadi penurunan frekuensi penerbangan dari beberapa maskapai.

“Ini tentu berpengaruh terhadap penyaluran avtur karena Pertamina hanya menyesuaikan permintaan. Rasanya sekitar tiga bulan lalu (Januari), kan ada beberapa flight yang digabung dari maskapai mungkin karena seat tidak penuh jadi ada beberapa faktor lah, pokoknya kami sih siapkan avturnya,” kata Fariz ditemui di Jakarta, Senin (29/4).

Salah satu kecenderungan penurunan konsumsi avtur bisa terlihat dalam proyeksi penyaluran avtur Pertamina saat Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini jika dibandingkan tahun lalu.

Rata -rata konsumsi avtur pada kondisi normal tahun ini rata-rata sekitar 13.414 Kilo Liter (KL) sementara meningkat sekitar 8% menjadi 14.525 KL saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara pada 2018 dengan periode yang sama turun sekitar 15% karena dalam kondisi normal konsumsi avtur mencapai 15.500 KL dan meningkat menjadi sekitar 16.500 KL pada Ramadhan dan Idul Fitri.

“Artinya, meskipun tercatat meningkat konsumsinya saat satgas Ramadhan dan Idul Fitri tapi masih lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun lalu. Kemudian dalam kondisi normal pun jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi tahun lalu sebenarnya konsumsi avtur memang sudah alami penurunan sekitar 12,8%,” katanya.

Eldi Hendry, Vice President Aviation Pertamina, menuturkan penurunan permintaan terhadap avtur memang telah terjadi sejak Januari tahun ini. Penurunan ini terjadi di beberapa bandara utama di wilayah Indonesia bagian barat seperti Soekarno-Hatta serta di Bandara Minangkabau.

Dia menjelaskan konsumsi tidak banyak berubah justru terjadi di wilayah timur Indonesia yang memang jadikan pesawat sebagai alat transportasi utama. “Daerah barat turun, kalau Bali praktis tidak terlalu banyak, timur tidak terlalu banyak turun, karena memang transportasi tidak ada pilihan kita kan di sana apalagi kami kan negara kepualuan,” ujar Eldi.

Harga tiket pesawat yang masih tinggi dinilai sebagai salah satu penyebab penurunan frekuensi penerbangan beberapa maskapai yang memberikan imbas juga terhadap permintaan avtur.

Menurut Eldi, harga avtur tidak bisa melulu disalahkan terhadap tingginya harga tiket lantaran Pertamina menjual avtur dengan harga yang telah disepakati oleh maskapai. Selain itu harga avtur di beberapa bandara indonesia juga tidak bisa terus menerus dibandingkan dengan bandara di negara lain karena memang ada perbedaan signifkan dalam komponen harga avtur setiap bandara.

Dia menjelaskan Pertamina harus memnyiapkan avtur untuk 64 bandara di seluruh Indonesia dengan lokasi yang berbeda bahkan tidak jarang di pelosok yang membutuhkan biaya ekstra dalam pendistribusiannya.

“Harga kami fair-lah, jangan dibandingin Singapura dengan Indonesia, kalau harga itu bergantung pada ongkos transportasi kalau dia (Singapura) satu titik, orang selalu bicara Changi coba bicara Selatar di Singapura juga itu jauh lebih mahal dari Halim Perdanakusuma sekalipun, kami ada di 64 airport siapa sekarang yang bisa suplai di Tual, Kaimana, nah itu. Kami harus semacam subsidi silang untuk itu,” jelas Eldi.