JAKARTA – Penambangan batu bara dinilai belum terasa maksimal saat ini. Masyarakat sekitar tambang sering menjadi korban dalam kegiatan penambangan batu bara.

Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, mengatakan bahwa hal tersebut akibat tidak dilibatkannya masyarakat sekitar tambang dalam penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

“Kepentingan masyarakat sekitar tambang sering terabaikan. Praktik manipulasi dokumen Amdal juga sering terjadi pada proyek-proyek pertambangan,”  kata kepada Dunia Energi, baru-baru ini.

Dia menambahkan, dari sisi kepentingan nasional penambangan batu bara juga masih jauh dari harapan karena hasil produksi masih sebagian besar diekspor ke negara-negara seperti China, Jepang hingga Thailand dengan harga murah.

“Sekitar 70 % produksi batu bara diekspor dengan relatif murah dibandingkan harga global. Sehingga, PT PLN (Persero) untuk pembangkit listrik kekurangan pasokan,” ujarnya.

Menurut Redi, salah satu solusi untuk mengantisipasi ragam persoalan dari penambangan batu bara ini yaitu mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, ombak dan udara. EBT dianggap lebih ramah lingkungan dibanding energi fosil seperti minyak dan batu bara.

Seperti dilansir laman setkab.go.id, peningkatan EBT ini juga telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Sasaran dari aturan tersebut yaitu mediversifikasi energi sehingga mengurangi ketergantungan energi nasional terhadap suplai dari energi fosil, dan menggantinya dengan sumber energi baru dan energi terbarukan, seperti energi air terjun, energi matahari, energi angin, energi laut hingga energi nuklir. Namun, energi nuklir telah ditetapkan sebagai sumber energi sebagai pilihan terakhir.

Namun demikian, RUEN tersebut juga dianggap tidak mampu menyelesaikan persoalan dari penambangan batu bara karena ketergantungan kebutuhan energi nasional terhadap batu bara justru meningkat. Kebutuhan batu bara akan meningkat dari 25% pada tahun 2015 menjadi lebih dari 30% pada tahun 2025. Rencananya, kebutuhan batu bara ini akan dikurangi sehingga menjadi sekitar 25% pada tahun 2050.

Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN ini ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2017. RUEN yang ditetapkan tersebut adalah RUEN yang telah disepakati dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) ke 3 yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2016.

“Negara sebenarnya sudah secara pelan-pelan mengatur dalam RUEN untuk penggunaan EBT. Tapi sampai detik ini implementasinya masih belum jelas salah satunya disebabkan faktor politik. Di sisi lain produksi batu bara justru meningkat,” tandas Redi.(RA)