JAKARTA – Peningkatan elektrifikasi diyakini perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas. Dengan demikian pencapaian target pengurangan emisi karbon pemerintah Indonesia di tahun 2030 mendatang dapat terealisasi. Sektor industri sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK) dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lainnya untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission.

Dunia masa depan yang sustainable, menurut Schneider Electric adalah dunia yang berbasis listrik dan digital atau dikenal dengan istilah “Electricity 4.0”. Listrik menawarkan cara tercepat, teraman, dan paling hemat biaya untuk mendekarbonisasi masyarakat. Sementara teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat, mendorong efisiensi, dan menekan pemborosan energi. Lebih dari 60% energi yang dihasilkan terbuang sia-sia. Efisiensi sering sekali diabaikan, meskipun merupakan salah satu cara tercepat untuk mengurangi konsumsi.

Pemanfaatan listrik berbasis sumber energi baru terbarukan (EBT) yang didukung dengan teknologi digital akan menjadi solusi terbaik dalam penyediaan dan pemerataan akses energi bersih hingga ke daerah terpencil, pengelolaan yang lebih efisien dan sustainable, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan ketahanan energi.

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur khususnya PLTS.
Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan road map untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tertuang di dalam RUPTL 2021-2030. Dalam RUPTL tersebut, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6 %. Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025.

“Sektor industri dan bisnis menjadi salah satu segmen konsumen prioritas. Target penambahan PLTS Atap diharapkan dapat menekan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 4,58 juta ton CO2e pada 2025,” ujar Ari Suryoko, dalam acara diskusi bertajuk “Transisi Energi Bersih Menuju Pembangunan Industri Hijau” yang digelar Schneider Electric secara daring, Kamis(17/2/2022).

Adapun adopsi PLTS Atap di sektor industri perlu terus didorong dengan memberikan dukungan ahli melalui kemitraan strategis.
Eka Himawan, Managing Director Xurya Daya Indonesia, mengatakan salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku industri untuk beralih ke energi bersih yakni biaya investasi awal yang tinggi, padahal penggunaan PLTS Atap bagi pelaku industri memiliki peran penting dalam pengembangan industri hijau.

“Maka dari itu, kami menyediakan alternatif pembiayaan instalasi PLTS Atap tanpa investasi sebagai bentuk komitmen kami dalam meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan bagi pelaku industri,” kata Eka.

Sementara itu Schneider Electric yang juga merupakan bagian dari sektor industri berbagi pengalamannya dalam hal sustainability. Komitmen sustainability dalam operasionalnya di Indonesia ditunjukkan dengan mendigitalisasi operasional seluruh pabriknya menjadi pabrik pintar. Perusahaan juga telah memulai peralihan ke PLTS Atap pada 2020 lalu untuk memenuhi kebutuhan energi di pabriknya di Cikarang. Saat ini, PLTS Atap pada pabrik Cikarang dapat menghasilkan 224 Mwh atau setara dengan 21,6% dari total konsumsi pabrik, mengurangi emisi karbon sebesar 164 ton karbon dioksida (TCO2) dan berhasil menghemat biaya energi sebesar 8%.

Martin Setiawan, Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengatakan dalam menjalankan komitmen sustainability, penting untuk memastikan sustainability framework dibuat secara strategis dan terukur.

“Perusahaan semakin dituntut untuk lebih transparan terhadap dampak bisnisnya terhadap lingkungan sehingga akurasi data menjadi ujung tombak dalam mengukur keberhasilan dari upaya sustainability. Dan teknologi digital memungkinkan hal tersebut,” katanya.

Schneider Electric global memiliki Sustainability Business Division yang menyediakan serangkaian layanan yang komprehensif dalam pengelolaan energi dan sustainability.

Sustainability Business Division (SBD) telah memberi saran kepada ribuan perusahaan global tentang cara mengukur, mengelola, dan mengurangi jejak karbon mereka sendiri. SBD telah menjadi penasihat energi terbarukan perusahaan terbesar di dunia, dan telah memberikan konsultasi pada lebih dari 100 transaksi perjanjian pembelian listrik (PPA) hingga saat ini – lebih dari 8.000 MW tenaga angin dan surya baru di seluruh dunia. Selain mengurangi emisi, pelanggan SBD seperti Whirlpool telah melihat penghematan lebih dari US$1 juta dengan mengurangi limbah dan mengadopsi solusi energi terbarukan.

Schneider Electric’s Energy & Sustainability Services yang menyediakan layanan konsultasi untuk mengembangkan rencana strategis, dan mengimplementasikan proyek dan program untuk memenuhi tujuan energi, sustainability, dan tujuan iklim perusahaan,” ujar Martin.(RA)