NUSA DUA– PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe, sekaligus cicit usaha PT Astra International Tbk (ASII), berhasil memperoleh peringkat Platinum pada ajang Asia Sustainability Reporting Rating (ASRRAT) 2019 di Nusa Dua, Bali, Sabtu (23/11). Peringkat Platinum diperoleh atas Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) Tambang Emas Martabe 2018.

Muliady Sutio, Presiden Direktur PT Agincourt Resources, mengatakan pencapaian peringkat Platinum ini merupakan penghargaan tertinggi yang pernah dicapai oleh perusahaan, setelah pada 2016 mendapatkan Pujian, pada 2017 Pujian untuk Keterbukaan Pengelolaan Air, dan peringkat Emas pada 2018.

“Kami sangat bangga telah berhasil meraih peringkat Platinum pada ASRRAT 2019. Setiap tahun kami berupaya untuk meningkatkan kualitas standar pelaporan sekaligus berkomitmen untuk terus memberikan nilai dan tumbuh bersama seluruh pemangku kepentingan,” ujar Muliady dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia-Energi.

Menurut Muliady, Laporan Keberlanjutan 2018 merupakan laporan kelima yang kami publikasikan. Manajemen Agincourt meyakini melalui pelaporan yang sistematis, akurat, dan terbuka, akan membantu perusahaan mendapatkan izin sosial dalam jangka panjang.

Melalui Laporan Keberlanjutan 2018, Agincourt memaparkan fokus perusahaan tak hanya terhadap kinerja produksi, tapi juga berbagai elemen pendukung lainnya yang tak kalah penting seperti pengelolaan lingkungan hidup dan kinerja sosial.

Muliady juag menegaskan, pengelolaan lingkungan hidup pada 2018 di Tambang Emas Martabe terjaga dengan baik. Pengaliran air sisa proses dari Instalasi Pengolahan Air (WPP) ke Sungai Batangtoru selalu memenuhi ketentuan dan kepatuhan. Total lahan yang telah direhabilitasi mencapai 18,2 hektare. Tambang Emas Martabe juga berhasil mendapatkan penghargaan Pratama (perunggu) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pengelolaan lingkungan untuk pertambangan.

Tak hanya itu, pada aspek lainnya, yakni kesehatan dan keselamatan kerja, di Tambang Emas Martabe sepanjang 2018 tidak mengalami kecelakaan kerja atau tidak ada lost time injury frequency rate (LTIFR) untuk seluruh tenaga kerja. Ini merupakan kinerja keselamatan terbaik bagi pertambangan berkelas dunia. Untuk mendukung lebih lanjut pengurangan risiko keselamatan, perusahaan memiliki program Critical Controls.

Terkait dengan program pengembangan masyarakat, Muliady menambahkan, Agincourt berkomitmen untuk selalu memastikan masyarakat di sekitar tambang dan para pemangku kepentingan selalu mendapatkan manfaat langsung dari operasional kami. Total US$1,25 juta telah disalurkan perusahaan untuk beberapa sektor yakni kesehatan, pendidikan, pengembangan usaha lokal dan perbaikan infrastruktur umum.

“Selain itu, kami juga menyerap barang dan jasa dari para pemasok lokal dengan total nilai US$11,4 juta. Saat ini, jumlah tenaga kerja lokal di Tambang Emas Martabe juga telah mencapai 74%,” ujarnya.

Tim Duffy, Wakil Presiden Direktur dan CEO PT Agincourt Resources, menyebutkan, tahun 2018 secara keseluruhan merupakan tahun dengan pencapaian sangat baik, juga untuk kinerja kontribusi finansial. Tambang Emas Martabe telah membayar pajak dan royalti kepada pemerintah dengan total nilai US$126 juta.

“Dari sisi eksplorasi juga menghasilkan peningkatan sumber daya mineral tambang yang cukup signifikan. Hasil ini dapat menaikkan peluang untuk menambah umur tambang yang nantinya kami harapkan juga dapat memberikan manfaat maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan,” katanya

Duffy mengatakan, manajemen Agincourt berkomitmen untuk mengelola Tambang Emas Martabe dengan skala operasional berkelas dunia.

Laporan Keberlanjutan 2018 PT Agincourt Resources disusun dan disebarluaskan untuk menjadi cerminan langsung nilai-nilai inti perusahaan yakni GREAT. Growth (pertumbuhan), Respect (penghormatan), Excellence (keunggulan), Action (aksi nyata), dan Transparency (keterbukaan).

ASRRAT merupakan penghargaan yang diselenggarakan oleh National Center for Sustainability Reporting sejak 2005. Tahun ini total terdapat 50 perusahaan dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Bangladesh yang ikut berpartisipasi. Kriteria penilaian yang digunakan adalah transparansi dan kepatuhan pelaporan keberlanjutan yang dikembangkan oleh Global Reporting Initiative. (RA)