JAKARTA – Pemerintah merevisi mekanisme penetapan harga indeks pasar (HIP) dengan menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 45 Tahun 2018. HIP sendiri biasa digunakan untuk menghitung selisih harga solar murni dengan solar yang dicampur dengan FAME atau biodiesel.

Poin utama perubahan yang diusung pemerintah dalam mekanisme penetapan HIP solar adalah waktu penetapan HIP. Sebelum diubah penetapan HIP ditetapkan setiap tiga bulan sekali. Namun sekarang ditetapkan setiap satu bulan sekali yang tertulis dalam pasal 14 ayat 5.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan perubahan waktu penetapan bertujuan untuk mengikuti harga solar nonsubsidi yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia yang bergerak setiap bulan.

“Biar lebih akurat, jadi tidak terlalu jauh perbedaannya kalau satu bulan sekali,” kata Arcandra kepada Dunia Energi di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (12/11).

Berdasarkan Permen 45/2018, selisih HIP solar dan biodiesel akan menentukan besaran dana pembiayaan biodiesel yang dikucurkan Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS). Selisih kurang ini berlaku untuk semua jenis solar. Sementara selisih kurang untuk pencampuran solar bersubsidi merupakan batas atas pembayaran dana pembiayaan biodiesel.

Para pelaku usaha bahan bakar nabati (BBN) sebelumnya telah menyampaikan aspirasi terkait penetapan HIP solar subsidi untuk dicampur dengan BBN. 

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan perbedaan penetapan HIP solar bersubsidi dan nonsubsidi dikeluhkan oleh badan usaha BBN. “Ini juga menjadi salah satu kendala dalam perluasan mandatory pencampuran biodiesel 20%,” katanya.

Djoko sebelumnya mengungkapkan pemerintah sudah berencana untuk merevisi aturan penetapan HIP solar subsidi dan nonsubsidi. “Tetapi sambil menunggu itu (revisi aturan), saya akan mengeluarkan surat agar bisa sebulanan. BPDPKS membutuhkan surat ini untuk membayar selisih ke badan usaha BBN,” ungkap Djoko beberapa waktu lalu.

Untuk Program Biodiesel 20% (B20) hingga September atau kuartal III 2018 realisasinya baru mencapai 2,06 juta kiloliter (KL). Realisasi ini baru 52,55% dari target tahun ini 3,92 juta KL.(RI)