JAKARTA – Ketidakpastian pasokan gas dinilai sebagai salah satu faktor mangkraknya proyek pipa transmisi ruas Cirebon – Semarang (Cisem). Namun ketiadaan pasokan tersebut ternyata juga dipicu ketikdakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan rencana yang telah dibuat.

Jugi Prajugio, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas),  mengatakan rencana pembangunan pipa Cisem berdasarkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) 2005-2006. Kala itu pasokan gas ditetapkan berasal dari Bontang. Akan tetapi ditengah jalan justru pasokan gasnya hilang. Di sinilah konsistensi untuk menjamin kepastian pasokan gas dipertanyakan.

“Kami harus fair bahwa di rencana induk ada pasokan gas dari Bontang. Begitu BPH Migas memberikan ruas, gas hilang. Pemerintah pun wanprestasi tidak konsisten dengan rencana induk dan ada moratorium yang tidak ada targetnya,” kata Jugi, Rabu (14/10).

PT Rekayasa Industri (Rekind) sebelumnya  telah mengembalikan proyek tersebut kepada BPH Migas. Padahal anak usaha PT Pupuk Indonesia itu telah ditetapkan menjadi pemenang sejak 2006. Rekind mengungkapkan dua alasan mundur dari proyek ini.

Pertama, tarif pengangkutan atau toll-fee gas yang ditetapkan sebesar US$ 0,36 per MMBTU sesuai dokumen lelang 2006 dinilai tidak lagi memenuhi nilai keekonomian.

Kedua, kajian internal perusahaan yang menilai sebuah proyek haruslah bankable dan memenuhi sejumlah aspek seperti ketersediaan pasokan gas, pasar, kelayakan teknis, legalitas, komersial dan manajemen resiko serta memenuhi syarat minimum internal rate of return (IRR).

Selain itu, belum adanya industri yang menjadi offtaker dari ruas pipa ini menyebabkan ketidakpastian pasokan gas. Industri di sekitar Cirebon-Semarang seperti di Batang yang pernah diresmikan Presiden Jokowi pun masih belum pasti.

Meskipun gagal membangun pipa Cisem, Rekind tidak dikenai sanksi apapun. Padahal proyek tersebut merupakan salah satu dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Rekind hanya diminta menyelesaikan kewajibannya yakni membayar uang jaminan atau performance bond sebagai jaminan pelaksanaan proyek yang ketentuannya 0,3% dari total investasi yang ditetapan US$169,41 juta.

M Fashurullah Asa, Kepala BPH Migas, mengungkapkan ada kelemahan pada ketentuan lelang proyek Cisem pada 2006 silam. Kala itu tidak ada ketentuan batasan waktu sejak tender dimenangkan sampai harus ada kegiatan konstruksi.

“Nanti harus ada batasan waktu siapa pemenang lelangnya mesti dibatasi, 2 tahun atau 1 tahun itu kalau tidak kena sanksi, itu ke depan kita benahi,” kata Fanshurullah.(RI)