JAKARTA – Pemerintah akan mempercepat program pembagian Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) untuk membuka akses listrik masyarakat. Hal ini dilakukan karena masih terbatasnya akses listrik di wilayah pedalaman Indonesia, khususnya di kawasan timur.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan di tengah semua kendala yang dihadapi di lapangan dalam menjalankan program elektrifikasi, peningkatan rasio elektrifikasi menjadi salah satu target utama dalam menjalankan program di sektor ESDM.

Rasio elektrifikasi nasional 2018 tercatat sebesar 98,30%, telah melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang dipatok 97,5% pada akhir 2019. Rasio elektrifikasi juga menggambarkan jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibandingkan dengan jumlah rumah tangga nasional.

“Tercetusnya program LTSHE merupakan inovasi kebijakan baru yang mulai digulirkan pada 2017. Pemerintah sadar benar akan pentingnya akses energi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Agung, Rabu (6/2).

Payung hukum pun diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) Bagi Masyarakat yang Belum Mendapatkan Akses Listrik.

Menurut Agung, selama dua tahun terakhir, sudah 255.338 rumah yang menikmati manfaat LTSHE dengan rincian 79.556 tersebar di 2017, khusus di wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Pada 2018, sebanyak 175.782 rumah yang berada di 15 provinsi terpasang program penyediaan LTSHE dari pemerintah. Untuk 2019, Kementerian ESDM memiliki target menyalurkan  98.481 LTSHE ke rumah-rumah yang belum menikmati listrik sama sekali.

LTSHE merupakan perangkat pencahayaan berupa lampu terintegrasi dengan baterai yang energinya bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik. Prinsip kerja LTSHE adalah energi dari matahari ditangkap oleh panel surya, diubah menjadi energi listrik kemudian disimpan di dalam baterai.

Energi listrik di dalam baterai ini yang kemudian digunakan untuk menyalakan lampu. LTSHE dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam. LTSHE merupakan terobosan program untuk menerangi desa-desa yang masih gelap gulita, yang jumlahnya mencapai lebih dari 2.500 desa di seluruh Indonesia.

Paket program LTSHE antara lain mencakup panel surya (photovoltaik) kapasitas 20 watt peak, empat lampu Light Emitting Diode (LED), baterai, dua buah hub, satu USB untuk charger HP, biaya pemasangan, dan layanan purna jual selama tiga tahun.

LTSHE yang dibagikan memiliki tiga mode kecerahan. Yakni kecerahan maksimal, sedang, dan redup. Di mode penerangan maksimal, lampu ini dapat menyala selama lima jam. Untuk mode sedang bisa bertahan selama 11 jam. Sedangkan untuk mode redup dapat menyala hingga 47 jam nonstop.

Setiap paket juga dilengkapi dengan barcode, jadi nanti sudah terdata, terverifikasi dan sudah dibagi sesuai dengan daerahnya, tidak boleh dijual atau dialihkan.

“Program bantuan gratis melalui pembiayaan APBN ini mampu menjadi solusi penerangan bagi wilayah-wilayah yang belum terlistriki oleh jaringan PLN,” kata Agung.(RI)